

SARGA.CO - Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu sentra pacuan kuda Tanah Air dengan tradisi yang telah berlangsung sejak lama. Budaya berkuda di provinsi ini sudah mengakar kuat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya.
Eksistensi pacuan kuda di Sumatera Barat sudah berakar dari tradisi dan dikenal dengan Pacu Kudo. Setiap tahun, ribuan pasang mata memenuhi gelanggang pacu yang tersebar di sejumlah wilayah, seperti Bukittinggi, Payakumbuh, hingga Padang.
Kecintaan masyarakat Sumatera Barat terhadap pacuan kuda bisa dibilang sudah mendarah daging. Tradisi berkuda diturunkan dari generasi ke generasi sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan keluarga.
Dedikasi ini terlihat dari para penggemar pacuan kuda yang rela menempuh perjalanan jauh sejak dini hari demi menyaksikan pertandingan antara kuda pacu yang dijagokan. Tak heran jika pacuan kuda bukan sekadar tontonan, melainkan juga ajang rekreasi keluarga, arena bisnis, hingga tempat menjalin relasi sosial.
Dikutip dari buku berjudul Potensi Pacu Kudo sebagai Objek Pariwisata di Nagari Vii Koto Talago, Kecamatan Guguk, Kabupaten Lima Puluh Koto yang ditulis oleh Almaizon Refisrul, pacuan kuda di Sumatera Barat memiliki sejarah panjang dan terdapat pengaruh kolonialisme Belanda.
Tradisi pacuan kuda di Sumatera Barat berawal dari kedatangan bangsa Belanda yang bermukim di dataran tinggi, seperti Bukittinggi, pada abad ke-19. Mereka membawa serta tradisi balap kuda Eropa dan membentuk organisasi bernama Rembond.
Guna mewadahinya, mereka membangun gelanggang pacuan, salah satunya Bukit Ambacang di Bukittinggi pada 1888.
Seiring waktu, Pemerintah Kolonial Belanda memanfaatkan pacuan kuda sebagai cara untuk mendorong masyarakat lokal memelihara kuda. Gelanggang pacu pun diresmikan secara bergilir di berbagai kota di provinsi tersebut hingga tahun 1913.
Tradisi ini sempat terhenti saat Perang Dunia II dan masa awal kemerdekaan. Namun, pacuan kuda kembali bangkit dengan identitas daerah yang kuat, di mana setiap kota memiliki warna bendera dan baju joki yang khas.
Misalnya, Bukittinggi-Agam identik dengan warna merah, Payakumbuh biru, dan Batusangkar kuning. Sementara itu, Padang memakai kombinasi kuning-biru, Solok dengan warna kuning-merah, dan Pariaman dengan kombinasi warna kuning-hijau.
Pada masa kolonial, kepemilikan kuda pacu terbatas pada elite Belanda dan pejabat lokal. Setelah kemerdekaan, kepemilikan perlahan beralih ke masyarakat lokal seiring dengan animo mereka terhadap pacuan kuda.
Setelah masa kemerdekaan, minat terhadap kuda pacu beralih ke kalangan pengusaha, pejabat, dan bangsawan lokal. Di Minangkabau, memiliki kuda pacu tidak hanya menjadi hobi, tetapi juga simbol status dan kekayaan, yang membuat tradisi ini semakin mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat.
Acara pacuan kuda kini diramaikan dengan pesta rakyat, pasar malam, dan pameran produk lokal. Hal ini menjadikan pacuan kuda sebagai agenda penting dalam kalender adat dan budaya dan sering kali digelar saat hari raya atau hari besar Islam.
Mengutip sumber yang sama, kemenangan dalam pacuan kuda merupakan kebanggaan besar bagi pemilik kuda di Sumatera Barat. Mereka rela mengeluarkan biaya hingga puluhan juta Rupiah untuk mendapatkan kuda berkualitas, belum termasuk anggaran perawatannya.
Prestise dari kemenangan tidak hanya berlangsung sesaat. Nama kuda dan pemiliknya akan terus disebut, bahkan saat kuda tersebut tidak ikut berlomba di pacuan berikutnya. Tingginya nilai prestise itu secara tidak langsung memicu persaingan ketat hingga memengaruhi harga kuda di pasaran.
Harga kuda pacu bervariasi tergantung faktor seperti keturunan, kecepatan, dan jumlah kemenangan. Prestise kedaerahan juga memengaruhi taksiran seekor kuda pacu, di mana kuda dari daerah dengan tradisi pacuan kuda yang kuat cenderung bernilai lebih tinggi.
Selain membawa kebanggaan, pacuan kuda juga menjadi ajang para pemilik, yang notabene berasal dari kalangan pengusaha, untuk memperluas jejaring dengan para pejabat. Kemenangan membuat nama mereka dikenal luas, membuka pintu untuk relasi yang bisa mempermudah urusan bisnis.
Semua ini membuktikan bahwa eksistensi pacuan kuda di Sumatera Barat jauh melampaui arena olahraga semata. Sebab, tradisi ini juga menjadi hiburan, simbol status sosial dan kehormatan, hingga ruang rekreasi serta ekonomi masyarakat setempat.
Sampai saat ini, Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu daerah dengan budaya pacuan kuda yang kental. Hal itu dibuktikan dengan peran masyarakat setempat dalam menjaga tradisi Pacu Kudo, bahkan setelah kemerdekaan.
Menyadur laman West Sumatra 360, pacu kuda turut mengalami pembenahan ke arah yang lebih profesional saat era pembangunan dimulai. Bermula pada tahun 1960-an hingga 1980-an, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat Sumatera Barat bersinergi serius mengembangkan olahraga berkuda.
Upaya ini diwujudkan melalui pengelolaan peternakan kuda yang lebih modern dan mendatangkan kuda ras unggul dari luar negeri untuk menghasilkan kuda pacu yang lebih kompetitif.
Pembentukan PORDASI pada tahun 1966 membawa pacuan kuda Sumatera Barat ke kancah nasional, memicu profesionalisme yang berujung pada prestasi gemilang di tingkat nasional. Pencapaian tersebut memacu semangat pemerintah dan pengurus PORDASI setempat untuk terus menjaga komunitas dan tradisi ini.
Berbagai upaya terus dilakukan, mulai dari perbaikan gelanggang, penyelenggaraan agenda kejuaraan rutin, hingga promosi masif melalui media sosial dan pariwisata digital.
Dengan demikian, pacuan kuda di Sumatera Barat tidak hanya lestari sebagai tradisi, tetapi juga berkembang menjadi cabang olahraga profesional yang mendatangkan prestasi dan kebanggaan bagi masyarakatnya.
Sebagai sebuah tradisi yang tak lekang oleh waktu, pacuan kuda di Sumatera Barat adalah bukti perpaduan harmonis antara tradisi dan modernisasi. Berawal dari pengaruh kolonial, olahraga ini kini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas lokal.
Bahkan hingga saat ini, tradisi pacuan kuda di Sumatera Barat terus berkembang menjadi ajang bergengsi yang memadukan hiburan, simbol status sosial, dan pendorong ekonomi masyarakat lokal.
Install SARGA.CO News
sarga.co