SARGA.CO—Pacuan kuda umumnya identik dengan joki yang menunggangi kuda di lintasan. Namun, ada cabang lain yang disebut harness racing, di mana kuda menarik sulky atau kereta ringan beroda dua. Perbedaan bentuk lomba ini membuat aturan, hingga kategori pertandingannya berbeda dari pacuan kuda biasa. Berikut penjelasannya!
Menurut Encyclopedia Britannica, harness racing berawal dari kereta tunggal yang digunakan untuk keperluan hiburan dan rekreasi. Seiring waktu, kendaraan ini berevolusi menjadi poros berbentuk U dengan dua roda dan kursi di ujungnya, lalu mulai digunakan dalam ajang balap.
Popularitasnya meningkat pesat pada abad ke-19 hingga ke-20, terutama di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan sejumlah negara Eropa.
Dalam perkembangannya, harness racing menggunakan kuda yang menarik kereta ringan beroda dua bernama sulky. Sulky berbentuk sederhana dengan dua roda itu dikendarai seorang driver dalam kecepatan tinggi. Hingga kini, olahraga berkuda ini populer di Selandia Baru, Australia, Prancis, Italia, Swedia, Austria, dan Rusia.
Pacer bergerak dengan mengayunkan kedua kaki di sisi tubuh yang sama secara bersamaan.
Sementara itu, trotter melangkah dengan kaki depan kiri dan kaki belakang kanan secara bersamaan, lalu bergantian dengan kaki depan kanan dan kaki belakang kiri.
Terdapat sejumlah perbedaan mendasar antara harness racing dengan pacuan kuda biasa. Dalam pacuan kuda, pengendali kuda dikenal sebagai joki. Sedangkan pada harness racing, peran tersebut dijalankan oleh driver yang duduk di atas sulky yang terpasang di belakang kuda.
Dirangkum dari US Trotting, seorang driver bertugas untuk mengarahkan dan memposisikan kuda agar tampil maksimal di lintasan. Di samping itu, seorang driver harus memiliki kemampuan refleks cepat, kekuatan tangan untuk mengendalikan sulky, serta keputusan taktis yang akurat.
Untuk menjadi seorang driver, terdapat sejumlah persyaratan khusus, mulai dari lulus ujian tertulis, medis, hingga praktik. Lisensi tersebut diberikan secara bertahap. Seiring bertambahnya pengalaman, seorang driver bisa naik tingkat hingga memperoleh lisensi penuh atau lisensi “A”.
Ketika race berlangsung, driver juga dituntut menjaga konsistensi langkah atau gait kuda. Jika kuda mulai berlari dengan gallop atau menggunakan keempat kaki dalam satu langkah, driver harus segera mengoreksinya. Jika tidak, mereka bisa terkena penalti.
Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam laman Harness Racing, bahwa konsistensi stride menjadi faktor penting dalam olahraga berkuda ini.
Dari sisi gait, harness racing menuntut kuda mempertahankan trotting atau pacing, sementara pacuan kuda biasa mengandalkan gallop sebagai gaya lari alami.
Perlengkapan yang digunakan pun berbeda, pada harness racing memakai sulky, harness khusus, tali kekang, serta cambuk kecil sebagai sinyal. Sedangkan pada pacuan kuda, perlengkapan yang dibutuhkan meliputi pelana, sanggurdi (pijakan kaki yang menggantung pada pelana), tali kekang, dan cambuk sesuai aturan yang berlaku.
Strategi balapan keduanya juga berbeda. Pada harness racing, driver harus menjaga konsistensi langkah sekaligus mengatur posisi sulky agar tidak terhalang lawan. Sementara pada pacuan kuda, joki lebih fokus pada kecepatan dan penerapan strategi untuk maju atau menyalip lawan.
Dari segi lintasan, harness racing biasanya berlangsung di trek oval khusus dengan permukaan tanah (dirt), sedangkan pacuan kuda bisa dilakukan di lintasan datar dengan berbagai jenis permukaan seperti tanah (dirt track), rumput (turf track), atau sintetis.
Mengutip laman Mittys, jarak pacuan kuda berkisar antara 1.000 hingga 3.200 meter, sedangkan harness racing biasanya dipertandingkan pada jarak 1.600 hingga 2.700 meter.
Secara garis besar, harness racing menekankan pada kombinasi kecepatan, kontrol langkah (gait), dan ketahanan kuda saat balapan. Sementara itu, pacuan kuda lebih berfokus pada ketahanan dan kecepatan kuda untuk mencapai garis finis.
Dirangkum dari Pennsylvania Horse Racing Association, pemilihan kelas lomba untuk kuda ditentukan berdasarkan beberapa kategori, di antaranya:
Kategori ini dikhususkan untuk kuda yang belum pernah menang sejumlah balapan tertentu pada periode tertentu pula. Setelah lolos kategori ini, seekor kuda bisa naik kelas ke kategori winners.
Kategori ini terbagi menjadi tiga kelompok, yakni straight claimers atau tanpa syarat tambahan, claiming handicaps atau posisi start ditentukan berdasarkan harga klaim kuda, dan conditioned claimers yakni kategori dengan syarat tambahan seperti jumlah kemenangan pada harga klaim tertentu.
Seperti namanya, kategori ini hanya bisa diikuti melalui undangan. Biasanya, hanya kuda terbaik yang bisa berlaga di kategori invitational.
Stakes Races merupakan kelas tertinggi dalam harness racing. Pada kategori ini, seekor kuda harus terdaftar jauh sebelum jadwal lomba diselenggarakan.
Keberadaan harness racing di Indonesia bisa dibilang belum terlalu dikenal jika dibandingkan dengan pacuan kuda biasa. Akan tetapi, di beberapa wilayah di Indonesia, terdapat tradisi berkuda yang memiliki kesamaan konsep dengan harness racing.
Misalnya saja di Sumatra Barat dikenal Pacu Bugih atau Draf Bogie. Sementara di daerah Sulawesi Utara disebut dengan Bendi Kalaper.
Draf Bogie awalnya bukan sekadar olahraga berkuda maupun sarana hiburan bagi masyarakat Minangkabau, melainkan juga tradisi bangsawan untuk mencari calon menantu. Kini, pacuan ini bertahan sebagai bagian dari identitas budaya Sumatra Barat dan rutin digelar setiap tahun.
Keunikan Draf Bogie terletak pada penggunaan gerobak kecil untuk mengendalikan kuda, mirip dengan harness racing. Tidak hanya menilai kecepatan, pacuan kuda ini juga menekankan keselarasan antara joki dan kuda dalam menjaga kelincahan, kestabilan, dan konsistensi langkah.
Kategori lomba terbagi menjadi Bogie Baru dengan jarak 2.400 meter dan Bogie Usang berjarak 3.200 meter. Ajang ini kerap digelar di berbagai daerah di Sumatra Barat, seperti Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Panjang, dan Batusangkar.
Terbaru, kelas khusus Draf Bogie turut dipertandingkan dalam ajang Indonesia’s Horse Racing Cup II di Lapangan Pacuan Kubu Gadang, Payakumbuh, Sumatra Barat. Selain itu, ajang ini juga menghadirkan 11 kelas pacuan kuda berdasarkan kategori umur dan tinggi, sehingga membuka peluang bagi munculnya kuda-kuda terbaik di Tanah Air.
Tak jauh berbeda dengan Draf Bogie, Bendi Kalaper mengharuskan seorang joki mengendalikan kuda dari gerobak kecil. Adapun jarak yang dipertandingkan mulai dari 400 meter, 600 meter, hingga 800 meter.
Dengan sejarah panjang dan keunikan formatnya, harness racing hadir sebagai cabang pacuan kuda yang menonjolkan kombinasi kecepatan, teknik, dan kerja sama antara kuda dan driver yang berperan sebagai pengendali di lintasan.
Di Indonesia, tradisi Draf Bogie dan Bendi Kalaper menjadi cerminan lokal dari harness racing, meskipun tidak sepenuhnya memiliki kesamaan. Di samping itu, menjadi bukti bahwa pacuan kuda tidak hanya soal siapa tercepat, tetapi juga tentang budaya, harmoni antara kuda dan joki, serta strategi di lintasan.
Ingin mendapatkan informasi unik dan terbaru seputar pacuan kuda dan olahraga berkuda lainnya? Ikuti terus kabar terbarunya melalui Instagram (@sarga.co), 𝕏 (@sarga_co), TikTok (@sarga.co), YouTube (Sarga.Co), Facebook (Sarga.co), serta website news.sarga.co.
Install SARGA.CO News
sarga.co