SARGA.CO—Dalam proses pengembangbiakan kuda pacu, dikenal istilah full-siblings maupun half-siblings. Keduanya penting untuk dipahami. Lalu, bisakah half-siblings menjadi pasangan pejantan maupun indukan? Berikut penjelasan selengkapnya.
Mengutip EquinEdge, dalam terminologi kuda pacu, utamanya ras Thoroughbred istilah half-siblings mengacu pada dua kuda atau lebih yang memiliki dam atau indukan yang sama. Namun, masing-masing kuda tersebut berasal dari pejantan atau sire yang berbeda.
Dalam artian, anakan yang berbagi pejantan yang sama, tidak bisa disebut half-siblings. Hal ini dikarenakan seekor pejantan bisa menghasilkan hingga ratusan anak seumur hidupnya.
Sedangkan seekor indukan, jauh lebih sedikit menghasilkan anakan. Inilah mengapa, hubungan half-siblings dianggap lebih signifikan secara silsilah dari keturunan sang induk.
Menyadur sebuah publikasi berjudul Horse Genetics 4.0: Evolution, Breeds, Breeding Strategies and Inbreeding, secara genetika, hubungan half‑siblings memang rata‑rata berbagi sekitar 25 persen DNA. Hal itu sesuai dengan prinsip coefficient of relationship atau koefisien hubungan.
Lalu, apa perbedaannya dengan full-siblings? Menurut sumber yang sama, full-siblings merupakan kuda yang lahir dari pejantan dan indukan yang sama. Secara genetika, hubungan full-siblings berbagi sekitar 50 persen DNA.
Secara tak langsung pula, hal itu membawa pengaruh pada kesamaan fisik, mental, bahkan kemampuan lari yang konsisten. Terlebih jika baik pejantan maupun indukannya memiliki catatan prestasi yang tinggi.
Full-siblings dari kuda berprestasi biasanya dihargai lebih tinggi di pasar pacuan kuda. Hal ini karena performa mereka lebih mudah diprediksi berkat kesamaan garis darah dari induk dan pejantan. Sementara itu, half-siblings tetap memiliki nilai, terutama jika indukannya memiliki rekam jejak yang baik. Akan tetapi, potensi performa mereka cenderung lebih sulit diperkirakan.
Beberapa penelitian mendukung hal ini. Kim, Mitchell, & Wang (2019) dalam studinya yang berjudul Hedonic Pricing and The Role of Stud Fees in the Market for Thoroughbred Yearlings in Australia menemukan bahwa saudara kuda dari induk atau pejantan yang sama bisa meningkatkan harga kuda muda di pasar lelang.
Sementara itu, Mouncey et al. (2024) dalam risetnya yang berjudul Determinants of Thoroughbred Yearling Sales Price in the UK menunjukkan bahwa saudara dari induk betina yang berprestasi juga berpengaruh pada nilai pasar kuda muda di Inggris.
Temuan ini menegaskan bahwa garis keturunan dan rekam jejak keluarga kuda merupakan pertimbangan utama bagi pembeli dan pengembang kuda pacu dalam menilai potensi dan investasi jangka panjang.
Mengetahui perbedaan antara full-siblings dan half-siblings merupakan hal yang penting untuk dipahami. Hal ini karena terkait langsung dengan registri pacuan, yang lebih dikenal sebagai Stud Book.
Di Indonesia sendiri, terdapat Stud Book Indonesia (SBI) mencatat setiap foal atau anakan kuda secara lengkap, termasuk informasi terkait indukan, pejantan, beserta status registrasinya. Dengan data ini, breeder bahkan pembeli bisa menilai kualitas serta potensi kuda secara lebih jelas sekaligus merancang strategi breeding yang lebih terukur.
Menurut sebuah riset, secara genetik, kuda pacu dengan status half-siblings masih berbagi sebagian gen dari satu orang tua yang sama. Dalam artian, mereka bisa dikawinkan secara biologis. Sebab, tidak ada aturan biologi mutlak yang melarang mating antara half‑sibling.
Berbeda halnya dengan seperti mating atau memasangkan langsung antara induk dengan anakan kuda yang jelas sangat berisiko.
Perkawinan antar kerabat atau inbreeding, termasuk pada kuda pacu berstatus half-siblings bisa menimbulkan masalah yang disebut inbreeding depression. Hal itu berpengaruh pada performa, kesehatan, kesuburan, bahkan daya tahan mereka dapat menurun. Sebab, terdapat gen ‘buruk’ yang biasanya tersembunyi menjadi aktif.
Sebagaimana dijelaskan pada sebuah riset berjudul Inbreeding Depression and the Probability of Racing in the Thoroughbred Horse yang dipublikasikan oleh The University of Edinburg, pada kuda Thoroughbred, inbreeding menurunkan kemungkinan kuda mengikuti balapan bahkan meningkatkan risiko keguguran kehamilan pada kuda betina.
Menurut sumber yang sama, kasus kuda pacu, utamanya Thoroughbred memiliki populasi genetik yang terbatas. Karena alasan tersebut, praktik inbreeding menjadi perhatian serius.
Itulah sebabnya, banyak studi yang memperingatkan bahwa manajemen kawin harus mempertimbangkan tingkat hubungan genetik antar kuda pacu. Tujuannya tak lain untuk menjaga keanekaragaman dan mencegah efek negatif jangka panjang.
Berangkat dari hal itu pula, PORDASI mengembangkan sebuah sistem manajemen perkawinan kuda melalui Peraturan Stud Book Indonesia yang mengharuskan kuda pejantan dan kuda betina sudah teregistrasi pada Biro Registrasi Kuda atau Stud Book Indonesia.
Berdasarkan pembahasan di atas, kuda pacu berstatus half-siblings secara biologis memang dapat dikawinkan. Sebab, mereka masih berbagi sebagian gen dari indukan yang sama.
Akan tetapi, praktik ini tetap berisiko karena potensi inbreeding depression yang dapat menurunkan performa, kondisi kesehatan, bahkan tingkat kesuburan kuda.
Oleh karena itu, penting dipahami oleh setiap breeder untuk mengetahui perbedaan antara status kuda pacu, entah full-siblings maupun half-sibling dengan memanfaatkan data dari Stud Book Indonesia.
Melalui data lengkap terkait indukan, pejantan, dan status registrasi kuda, breeder bisa merancang strategi perkawinan yang lebih aman, menjaga keanekaragaman genetik, dan meminimalkan efek negatif jangka panjang dari inbreeding.
Dapatkan informasi menarik seputar dunia pacuan kuda lainnya melalui Instagram (@sarga.co), 𝕏 (@sarga_co), TikTok (@sarga.co), YouTube (Sarga.Co), Facebook (Sarga.co), dan website news.sarga.co.
Install SARGA.CO News
sarga.co