SARGA.CO—Di balik upaya meningkatkan kualitas kuda pacu lokal, crossbreeding sering dianggap sebagai jalan pintas untuk mendapatkan kombinasi ideal antara kecepatan dan daya tahan. Akan tetapi, sejumlah riset menunjukkan crossbreeding kuda pacu ternyata jauh lebih kompleks daripada yang dibayangkan. Berikut penjelasan selengkapnya.
Saat membicarakan kecepatan berlari seekor kuda pacu, perhatian sebagian besar orang akan mengarah ke ras Thoroughbred. Hal ini karena ras tersebut dikenal dengan ledakan sprint dan daya tahannya di lintasan.
Di Indonesia sendiri, praktik crossbreeding dilakukan dengan menyilangkan kuda lokal dan Thoroughbred impor. Langkah itu menjadi upaya untuk memperbaiki mutu genetik sekaligus mendorong performa kuda pacu domestik ke level yang lebih kompetitif.
Kesadaran akan pentingnya peningkatan kualitas inilah yang mendorong Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI) menggelar Lokakarya Peternakan Kuda dalam Munas III pada 26 September 1975.
Salah satu keputusan pentingnya adalah pembentukan Kuda Pacu Indonesia (KPI) melalui program grading up, yakni mengawinkan kuda betina lokal dengan pejantan Thoroughbred secara bertahap untuk menghasilkan generasi silang seperti G1, G2, G3, dan seterusnya.
Menurut Danang Eko Yulianto, S.Pt., M.Si., selaku Sekretaris Komisi Pacu PP PORDASI, program impor pejantan Thoroughbred pada masa itu, bahkan mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
Dukungan tersebut salah satunya juga diwujudkan melalui program Kuda Bantuan Presiden, yang menempatkan pejantan Thoroughbred di berbagai sentra pacuan seperti Sumatra Barat, Yogyakarta, Manado, dan beberapa wilayah lainnya.
Dari situlah, keturunan hasil persilangan mulai menyebar luas dan menjadi fondasi penting dalam perkembangan kuda pacu nasional.
Langkah besar tersebut semakin diperkuat dengan penerapan sistem sertifikasi melalui Biro Registrasi Kuda (BRK). Kehadiran BRK membantu membakukan standar pacuan nasional, membuat industri ini berjalan lebih profesional dan kompetitif.
Regulasi ini pun mendapat dukungan luas oleh para pemilik dan peternak kuda. Sebab, dinilai mampu mendorong kemajuan dunia pacuan kuda Indonesia secara berkelanjutan.
Di Indonesia, pemahaman tentang dampak crossbreeding terhadap performa kuda pacu ternyata jauh lebih kompleks daripada sekadar “mencampur” darah kuda pacu impor dan lokal.
Salah satu penelitian penting berjudul Menelusuri Kinerja Kuda Hasil Persilangan Grading-Up dalam Pembentukan Kuda Pacu Indonesia Selama 40 Tahun Terakhir oleh Hasanah, Muladno, dan Utami (2018) mengkaji perkembangan kuda hasil grading-up menggunakan data Kejuaraan Nasional PORDASI selama lebih dari empat dekade.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tinggi pundak kuda meningkat pada generasi-generasi awal persilangan. Peningkatan ini juga diikuti dengan performa lari yang lebih baik di kelas Derby, meskipun hanya sampai generasi tertentu saja.
Menariknya, analisis regresi linear dalam studi ini menemukan bahwa tinggi pundak adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap performa kecepatan. Sebaliknya, faktor jenis keturunan dan jenis kelamin tidak memberikan dampak signifikan dalam model penelitian tersebut.
Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun unsur darah Thoroughbred dimasukkan melalui program persilangan, tidak semua komponen genetika ras impor langsung meningkatkan performa. Dalam praktiknya, karakter fisik seperti tinggi pundak bisa memiliki pengaruh lebih besar terhadap kecepatan kuda pacu.
Riset berjudul Heritabilitas Kecepatan Lari dan Tinggi Badan Anak Kuda Pacu Umur 2 Tahun dengan Metode Korelasi dalam Kelas (Intraclass Corelation) oleh Trisya T. Makalalag, Manopo J. H., H.F.N. Lapian, dan U. Paputungan juga memberi gambaran penting tentang bagaimana kualitas kuda pacu di Minahasa terbentuk.
Penelitian ini menghitung heritabilitas, breeding value (PBV), serta Most Probable Producing Ability (MPPA) untuk menilai potensi genetik setiap kuda.
Secara sederhana, heritabilitas menjelaskan seberapa besar kemampuan tertentu seperti kecepatan bisa benar-benar diturunkan dari induk ke anak. Apabila nilainya tinggi, hal itu menunjukkan bahwa faktor genetik punya peran kuat dalam membentuk performa kuda.
Sementara itu, breeding value adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang seekor kuda mewariskan kualitas unggul itu kepada keturunannya. Dalam artian, kuda dengan breeding value tinggi dianggap lebih layak dijadikan pejantan atau indukan.
Penelitian ini menemukan bahwa variasi genetik pada kuda pacu di Minahasa sangat beragam. Bahkan untuk aspek penting seperti kecepatan, tingkat heritabilitasnya bisa berada di rentang rendah hingga tinggi.
Artinya, pada sebagian kuda, performa cepat mereka dipengaruhi oleh faktor genetik, tetapi pada kuda lain, pengaruh latihan, nutrisi, dan manajemen pemeliharaan justru lebih dominan.
Temuan ini mempertegas bahwa setiap kuda memiliki potensi bawaan yang berbeda dan potensi itu bisa dimanfaatkan untuk membangun program pemuliaan yang lebih terarah dan kompetitif bagi dunia pacuan lokal.
Untuk contoh kasus di luar negeri, sebuah riset di Britania Raya berjudul Genetic Improvement of Speed Across Distance Categories in Thoroughbred Racehorses menunjukkan bahwa heritabilitas kecepatan pada Thoroughbred memang relatif rendah.
Meskipun begitu, nilai breeding value untuk kecepatan justru terus meningkat dari generasi ke generasi. Temuan ini menegaskan bahwa seleksi genetik tetap berlangsung dan memberikan dampak nyata, meskipun lajunya tidak cepat.
Jika dirangkum dari berbagai penelitian di atas, crossbreeding terbukti memberi dampak nyata pada kualitas kuda pacu lokal, terutama dalam hal kecepatan dan kapasitas aerobik.
Namun, peningkatan itu tidak bekerja sendirian. Sebab, genetik yang kuat hanyalah salah satu faktor mendasar.
Untuk itu, kuda pacu hasil dari perkawinan silang tetap harus dibangun melalui pelatihan yang terstruktur, pemenuhan nutrisi yang tepat, manajemen kandang yang tertata, hingga seleksi breeding yang dijaga dengan konsisten.
Ketika semua unsur ini berjalan seimbang, barulah modal genetik dari crossbreeding benar-benar berubah menjadi performa yang kompetitif di lintasan.
Karena pada akhirnya, keberhasilan proses crossbreeding kuda pacu ditentukan oleh bagaimana semua faktor pendukung tersebut dikelola secara optimal.
Ingin mendapatkan insight seputar dunia pacuan kuda? Ikuti informasi terbarunya di Instagram (@sarga.co), 𝕏 (@sarga_co), TikTok (@sarga.co), YouTube (Sarga.Co), Facebook (Sarga.co), dan website news.sarga.co.
Install SARGA.CO News
sarga.co