SARGA.CO—Menjadi pemilik kuda pacu merupakan tanggung jawab besar yang menuntut kepatuhan pada moral, etika, dan regulasi ketat dari PORDASI. Oleh karena itu, jika Anda berminat memiliki kuda pacu, berikut beberapa aturan yang perlu untuk dipahami.
Sebagai otoritas resmi olahraga berkuda di Indonesia, PORDASI mengatur ketentuan kepemilikan kuda secara jelas dan terukur. Sebagai otoritas resmi olahraga berkuda di Indonesia, PORDASI mengatur ketentuan kepemilikan kuda secara jelas dan terukur.
Dalam regulasinya yang diterbitkan melalui Peraturan Pacuan dan Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda, pemilik kuda adalah siapa pun yang memiliki kuda pacu, baik perorangan maupun bersama-sama. Mereka diakui sebagai pemilik sah selama menghormati dan mematuhi seluruh aturan organisasi.
Setiap pemilik kuda yang terdaftar, berhak ikut serta dalam ajang resmi PORDASI dan memperoleh fasilitas yang diperlukan dari Komisi Pacuan.
Integritas seorang pemilik kuda pacu diuji melalui kepatuhan pada aturan. Berikut beberapa ketentuan yang wajib dijalankan:
Setiap kuda yang ingin turun ke lintasan harus didaftarkan melalui perantaraan trainer. Sebab, langkah ini merupakan pintu masuk sah seekor kuda pacu masuk ke dunia pacuan.
Hal itu sebagaimana tercantum dalam undangan ataupun petunjuk pelaksanaan pacuan yang diberlakukan oleh PORDASI pada Pasal 45 Bab IX Pemilik Dan Pemilikan Kuda. Tanpa proses ini, kuda Anda tidak akan punya peluang untuk berlaga.
Di dunia pacuan kuda, hubungan antara pemilik dan trainer adalah sebagai pihak pemberi kerja dan kuasa manajemen atas kuda yang dimiliki owner. Meski tidak terikat kontrak formal, kemitraan ini butuh profesionalisme, rasa saling percaya, dan komitmen penuh.
Dengan kata lain, komunikasi dan kerja sama antara keduanya menjadi pondasi utama.
Pemilik berhak menarik kuda pacu kapan saja. Akan tetapi terdapat syarat mutlak, yakni semua kewajiban finansial kepada trainer harus dibereskan terlebih dahulu. Sebab, hal itu bagian dari etika profesional yang wajib dijaga.
Sesuai Pasal 46, pemilik kuda berhak menarik kudanya kapan saja tanpa risiko tuntutan hukum, selama ia tetap melunasi kewajiban (utang) kepada trainer. Hak ini berlaku jika pemilik merasa tidak puas dengan kinerja trainer atau jika trainer sedang dalam status diskualifikasi.
Apabila pemilik tidak melunasi kewajibannya, trainer berhak membawa masalah tersebut ke Komisi Pacuan atau Dewan Steward untuk diselesaikan.
Dalam setiap pacuan, keputusan Komisi Pacuan atau Dewan Steward bersifat final. Menghormati keputusan mereka adalah bagian dari sportivitas sekaligus wujud fair play.
Perlu diketahui bahwa kuda yang masih dalam sengketa kepemilikan tidak akan diizinkan tampil di pacuan. Untuk itu, pastikan semua urusan administrasi dan legalitas kuda sudah tuntas sebelum kembali ke lintasan.
Kepemilikan kuda dapat dilakukan secara bersama (kongsi), dengan menunjuk satu orang sebagai penanggung jawab.
Selain itu, kepemilikan kuda juga dapat dilakukan melalui sistem “sewa pakai” (lease), di mana penyewa bertanggung jawab penuh atas kuda tersebut. Perlu dipahami pula bahwa setiap kontrak sewa pakai wajib dilaporkan secara tertulis kepada Komisi Pacuan.
Pemilik yang telah berpengalaman dapat naik level menjadi trainer, dengan syarat memenuhi ketentuan yang berlaku, mendapat rekomendasi dari Dewan Steward, serta persetujuan Komisi Pacuan.
Dalam hal kuda miliknya ikut serta dalam suatu acara pacuan, statusnya tidak lagi dianggap sebagai pemilik, melainkan sebagai trainer. Dengan status tersebut, seluruh hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab yang berlaku bagi seorang trainer juga melekat padanya.
Selain aturan wajib, terdapat sejumlah hal yang dihindari oleh seorang pemilik kuda pacu, di antaranya:
Seperti yang disebutkan sebelumnya, menunggak pembayaran kepada trainer bukan sekadar urusan utang. Jika diabaikan, dapat berujung pada masalah hukum, sanksi dari Komisi Pacuan, bahkan merusak reputasi seorang pemilik kuda secara permanen.
Membantah atau menentang keputusan otoritas bukanlah pilihan bijak. Konsekuensinya berupa diskualifikasi, baik pemilik maupun kuda pacu.
Kuda yang sudah berstatus diskualifikasi tidak bisa “diselamatkan” dengan cara apa pun. Misalnya saja, dengan menjual atau memindahkan status kepemilikan. Sebab, status tersebut akan tetap melekat pada kuda.
Jangan pernah memaksakan kuda yang kepemilikannya masih dalam sengketa untuk ikut berlomba. Hal tersebut melanggar aturan dan hanya akan menimbulkan masalah serius di kemudian hari.
Pemalsuan identitas kuda merupakan pelanggaran berat yang tidak dapat ditoleransi, dengan sanksi tegas berupa diskualifikasi total bagi kuda, pemilik, maupun trainer yang terbukti terlibat, sebagaimana diatur dalam Pasal 50.
Untuk itu, setiap kuda pacu wajib memiliki sertifikat identitas resmi yang diterbitkan oleh Biro Registrasi Kuda atau Stud Book Indonesia di tingkat pusat.
Menjadi pemilik kuda pacu bukan hanya soal prestise, tetapi juga komitmen untuk menjunjung tinggi sportivitas dan integritas. Setiap hak yang melekat selalu diiringi kewajiban yang harus dipenuhi sesuai regulasi PORDASI.
Dengan memahami aturan, menghormati otoritas, serta menjaga etika, seorang pemilik tidak hanya melindungi reputasinya. Akan tetapi juga turut berkontribusi pada perkembangan olahraga pacuan kuda di Indonesia.
Dapatkan insight lainnya seputar pacuan kuda melalui Instagram (@sarga.co), 𝕏 (@sarga_co), TikTok (@sarga.co), YouTube (Sarga.Co), Facebook (Sarga.co), serta website news.sarga.co.
Install SARGA.CO News
sarga.co