SARGA.CO—Menjadi seorang joki pacuan kuda bukan semata bisa mengendalikan kuda di atas pelana dan finis di urutan pertama. Lebih dari itu, merintis karier sebagai joki memiliki tahapan yang cukup kompleks. Berikut pemaparan selengkapnya!
Menurut Peraturan Pacuan dan Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda oleh PORDASI, joki adalah profesional yang piawai menunggang kuda pacu, baik saat latihan maupun di lintasan balap.
Tak hanya mengendalikan kuda di atas pelana, seorang joki dituntut menguasai aturan, memahami status serta fungsi, dan menjalankan kewajibannya dengan disiplin.
Menjadi joki pacuan kuda profesional ternyata jarang yang langsung dimulai dari trek. Membersihkan kandang, memberi pakan, hingga menuntun kuda di pagi hari menjadi rutinitas harian yang membentuk dasar kepekaan sebagai joki.
Terlebih, profesi joki pacuan di Indonesia hingga kini belum dinaungi lembaga pendidikan atau organisasi profesional. Alhasil, mayoritas joki di Tanah Air masih menimba pengalaman dasar secara otodidak.
“Joki-joki di tempat saya kan tidak belajar dari sekolah. Proses belajarnya otodidak, jadi pelatihannya mengandalkan pengalaman dari pelatih di stable atau dari joki senior,” ungkap Mario Bahar, pemilik Bendang Stable di Tompaso, Sulawesi Utara.
Dari sana, lahir kemampuan membaca bahasa tubuh kuda. Misalnya saja, ketika telinga kuda bergerak, langkah gelisah, hingga ekor yang menghentak.
Semua detail itu menjadi modal penting, bahkan lebih berharga dibandingkan langsung berlatih start di lintasan. Sebab pacuan bukan sekadar adu cepat, melainkan seni berkomunikasi dengan kuda. Itulah yang menjadi kemampuan dasar untuk memulai karier sebagai joki.
Hal itu sejalan dengan riset yang menekankan pentingnya hubungan antara manusia dengan kuda dalam performa pacuan. Studi Human–Horse Interaction: Effects on Equine Behavior, Physiology, and Welfare (Hausberger et al., 2008) menunjukkan bahwa kualitas interaksi dan kedekatan emosional antara manusia dengan kuda berpengaruh langsung pada perilaku, tingkat stres, serta kemampuan kuda untuk bekerja sama di lintasan.
Dalam konteks pacuan, bonding ini bukan sekadar soal kedekatan emosional, melainkan juga faktor teknis yang turut menentukan bagaimana strategi dieksekusi.
Kuda yang merasa “aman” dengan jokinya cenderung lebih tenang di starting gate, tidak mudah panik, dan lebih responsif terhadap arahan saat race berlangsung.
Sementara itu, joki yang terbiasa membaca gerak halus kuda bisa mengantisipasi langkah lebih cepat dan menjaga ritme tanpa perlu banyak intervensi.
Dengan demikian, terciptalah harmoni yang apik di lintasan, di mana kuda berlari dengan tenaga penuh, sementara sang joki mengatur strategi dengan tepat dan presisi.
Sebagai badan yang menaungi olahraga berkuda di Indonesia, PORDASI juga menetapkan sejumlah regulasi bagi siapa pun yang ingin menjadi joki pacuan kuda profesional.
Melalui Peraturan Pacuan dan Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda Pasal 73 hingga Pasal 83, seorang joki wajib berusia minimal 18 tahun dan direkrut langsung oleh seorang trainer.
Trainer inilah yang bertugas membina, membimbing, serta mengasah kemampuan teknis sekaligus memastikan kesejahteraan seorang joki. Oleh karena itu, seorang joki bertanggung jawab penuh kepada trainer.
Meski begitu, tidak semua joki terikat kontrak dengan trainer. Ada pula yang berstatus freelance. Dengan adanya status tersebut, joki menanggung sendiri tanggung jawabnya, baik di dalam maupun luar gelanggang pacuan.
Untuk bisa menunggang di lintasan resmi, joki harus memiliki lisensi yang diterbitkan Komisi Pacuan atas permintaan trainer. Lisensi ini hanya diberikan setelah joki dinyatakan sehat, baik jasmani maupun rohani, melalui surat keterangan dokter.
Selain menguasai teknik menunggang kuda, seorang joki juga terikat oleh kode etik yang ketat. Mereka diwajibkan memiliki perlengkapan pacu standar, berpenampilan rapi, serta menjauhi alkohol maupun narkoba.
Kepemilikan kuda pacu pribadi sebagai seorang joki tidak diperbolehkan, begitu pula dengan perilaku yang bisa menimbulkan keonaran, perkelahian, atau taruhan.
Integritas menjadi syarat mutlak. Joki dilarang menerima perintah, janji, atau hadiah apa pun yang berhubungan dengan manipulasi hasil pacuan. Jika menemukan indikasi kecurangan, mereka wajib melaporkannya langsung kepada Steward.
Dalam kasus perselisihan dengan trainer, Dewan Steward berwenang turun tangan. Bila terbukti bersumber dari praktik curang, sanksinya bisa jatuh pada trainer maupun joki, mulai dari hukuman sementara hingga diskualifikasi seumur hidup.
Bahkan, perkelahian di atas kuda saat lomba pun menjadi pelanggaran serius yang bisa berujung larangan permanen.
Ditemui oleh tim SARGA.CO, Katompo, selaku Ketua Steward, membagikan sejumlah langkah yang harus ditempuh untuk menjadi seorang joki pacuan kuda profesional.
Pertama, seorang calon joki wajib memiliki kemampuan dasar menunggang kuda dan mengendalikannya dengan baik.
Sebelum resmi menjadi joki, mereka harus menjalani tes yang dilakukan oleh Dewan Steward, di mana hasil kelulusan ditentukan oleh tim steward berdasarkan keterampilan yang ditunjukkan.
“Kalau pengen jadi joki, harus bisa naik kuda dulu. Selanjutnya, bisa membuat laporan ke Ketua Dewan Steward, nanti dilanjutkan ke Komisi Pacu,” jelas Katompo kepada tim SARGA.CO.
Selain itu, calon joki diwajibkan berstatus Warga Negara Indonesia serta melampirkan surat rekomendasi dari Ketua PORDASI provinsi masing-masing. Menariknya, tidak ada persyaratan khusus terkait jenjang pendidikan, sehingga yang paling utama adalah kemampuan dan keterampilan dalam mengendalikan kuda.
Dari segi fisik, bobot tubuh juga menjadi pertimbangan penting. Untuk pacuan dengan kuda berukuran kecil, berat badan joki minimal yang diperbolehkan adalah 35 kilogram.
Sementara itu, berat badan joki untuk kuda standar nasional minimal 48 kilogram dengan batas maksimal 55 kilogram. Ukuran tersebut tidak hanya standar, tetapi juga faktor penentu keseimbangan dan kecepatan kuda di lintasan.
Sebagai tambahan, Katompo menegaskan bahwa joki internasional tidak diperbolehkan bertanding di ajang Kejurnas, melainkan hanya di kompetisi non-Kejurnas.
Dengan berbagai syarat dan ketentuan tersebut, jelas bahwa menjadi seorang joki pacuan kuda profesional bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan keterampilan, disiplin, serta pemenuhan standar yang ditetapkan demi menjaga kualitas dan fair play di arena pacuan.
Aturan inilah yang menurut Katompo menjadi fondasi penting bagi lahirnya joki-joki berkualitas yang mampu bersaing, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Ingin mendapatkan insight seputar pacuan kuda nasional? Ikuti perkembangan informasinya melalui Instagram (@sarga.co), 𝕏 (@sarga_co), TikTok (@sarga.co), YouTube (Sarga.Co), Facebook (Sarga.co), serta website news.sarga.co.
Install SARGA.CO News
sarga.co