

SARGA.CO - Dalam pusaran tradisi yang kaya, Draf Bogie atau Pacu Bugih tampil sebagai salah satu warisan budaya Minangkabau yang unik dan penuh makna. Tak hanya adu cepat kuda, Draf Bogie menjadi perpaduan harmonis antara olahraga, tradisi, sekaligus penggerak ekonomi lokal.
Dikutip dari West Sumatra 360, pacuan kuda di Sumatera Barat mulai dikenal sejak awal abad ke-19. Gelanggang Kubu Gadang di Payakumbuh dan Gelanggang Bukit Gombak Batusangkar menjadi saksi lahirnya tradisi ini.
Pada awalnya pacuan kuda merupakan hiburan kalangan elit, kemudian berkembang menjadi pesta rakyat yang meriah dengan adanya pasar malam, pedagang, dan hiburan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka tradisi pacuan kuda semakin berkembang dengan terbentuknya Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI) pada tahun 1976. Dari situ pacuan kuda tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi cabang olahraga resmi dengan sistem klasifikasi dan kalender pertandingan.
Hal yang sama juga berlaku untuk Draf Bogie yang kini menjadi salah satu kelas khusus dalam kejuaraan pacuan kuda regional di Sumatera Barat.
Di awal kemunculannya, Draf Bogie lebih dari sekadar hiburan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini bahkan digunakan sebagai ajang bagi para raja dan bangsawan untuk mencari calon menantu.
Seiring berjalannya waktu, Draf Bogie tidak hanya bertahan, tetapi juga terus eksis sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Sumatera Barat. Pacuan ini kini rutin digelar setiap tahun dan bahkan telah menjadi kelas khusus dalam berbagai kejuaraan pacuan kuda di wilayah tersebut.
Di antara berbagai kelas pacuan kuda yang ada, Draf Bogie memiliki kekhasan tersendiri. Berbeda dengan pacuan kuda modern di mana joki duduk langsung di atas kuda, Draf Bogie justru menggunakan Boegi atau gerobak kecil untuk mengendalikan kuda.
Konsepnya sekilas mirip dengan Harness Racing yang populer di Eropa dan belahan dunia lainnya.
Disadur dari laman Gerakita, kategori ini tidak hanya mengukur kecepatan kuda, melainkan juga menekankan nilai keselarasan dengan sang joki.
Untuk mengakomodasi kuda dengan kemampuan berbeda, terdapat pembagian kategori, seperti Bogie Baru dengan jarak sekitar 2.400 meter dan Bogie Usang yang menempuh jarak 3.200 meter. Pacuan ini selalu menjadi bagian dari acara besar seperti Open Race yang menarik partisipasi joki-joki dari berbagai penjuru Sumatera Barat.
Jika pacuan modern hanya menilai siapa yang paling cepat mencapai garis akhir, Draf Bogie menghadirkan kriteria tambahan. Dikutip dari laman TVRI Sumbar dan RRI, pacuan ini menilai bagaimana kuda mampu menjaga kelincahan, kecepatan, dan kestabilan dalam berlari secara konsisten. Dengan demikian, kerja sama antara joki dan kuda harus lebih menyeluruh.
Joki tidak hanya dituntut mengendalikan kuda agar cepat, tetapi juga memastikan gerakan tetap stabil. Hal ini menjadikan Draf Bogie unik dan berbeda dari pacuan kuda modern.
Pacu Bugih atau Draf Bogie rutin digelar di berbagai gelanggang Sumatera Barat. Menyadur laporan AMC News, salah satu event besar pernah berlangsung pada Maret 2023 dalam ajang Agam Bukittinggi Cup. Dalam acara tersebut, kategori Bogie Baru dan Bogie Usang menjadi daya tarik utama dengan joki-joki lokal yang berkompetisi memperebutkan piala.
Selain itu, kalender pacuan tradisional di Sumatera Barat berlangsung cukup rutin. Sejumlah wilayah seperti Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Panjang, dan Batusangkar kerap menjadi tuan rumah.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ajang ini bukan hanya sekadar kompetisi, tetapi juga pesta budaya yang menyatukan masyarakat.
Pacuan Draf Bogie membawa makna lebih dari sekadar tradisi berkuda. Cabang olahraga berkuda ini menjadi simbol kebanggaan masyarakat Minangkabau. Kuda yang tampil impresif dan joki yang lihai bukan hanya mewakili kemampuan individu, tetapi juga mencerminkan nilai seni dan adat lokal.
Seperti halnya ekosistem pacuan kuda pada umumnya, jenis pacuan ini turut membuka banyak lapangan kerja, mulai dari pelatih kuda, perawat gelanggang, pedagang makanan, hingga penjual suvenir. Hal ini menunjukkan bahwa Draf Bogie ikut menggerakkan roda ekonomi kreatif masyarakat.
Selain itu, pacuan kuda tradisional termasuk Draf Bogie adalah bentuk warisan budaya yang terus hidup. Menyadur West Sumatra 360, kehadiran pacuan kuda di tengah masyarakat bukan sekadar catatan sejarah, tetapi praktik yang masih dijalankan hingga kini. Dengan demikian, tradisi ini terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Meski tetap bertahan, pacuan Draf Bogie tidak lepas dari tantangan. Kondisi lintasan, misalnya. Jalur pacuan terkadang masih dipenuhi kerikil dan kurang aman bagi kuda maupun joki. Hal tersebut tentu membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas fasilitas.
Berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah setempat juga menekankan pentingnya revitalisasi pacuan kuda agar lebih layak sebagai atraksi budaya sekaligus pariwisata. Dengan dukungan infrastruktur yang baik, pacuan kuda tradisional, termasuk Draf Bogie bisa menjadi daya tarik besar tidak hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan.
Eksistensi Draf Bogie akan terus berpacu sebagai warisan budaya yang hidup hingga kini. Di samping itu, Draf Bogie menjadi kebanggaan Minangkabau sekaligus cermin nyata bahwa tradisi dapat terus relevan di tengah laju modernitas.
Penasaran dengan berita terbaru dari dunia pacuan kuda? Nantikan informasi lengkapnya melalui Instagram (@sarga.co), 𝕏 (@sarga_co), TikTok (@sarga.co), YouTube (Sarga. Co), Facebook (Sarga.co), serta website news.sarga.co.
Install SARGA.CO News
sarga.co