SARGA.CO – Banyak orang percaya sifat bawaan kuda menentukan seberapa baik ia mengikuti arahan joki. Tapi benarkah sesederhana itu? Riset dari Belanda memberi jawaban yang menarik dan lebih dalam.
Pernah dengar komentar di lintasan balap seperti “kuda yang itu gampang marah” atau “kalau kuda yang itu patuh, cepet ngerti lagi.” Apa iya penyebabnya berasal dari kudanya? Bisa jadi perilaku kuda itu terbentuk dari cara joki memperlakukannya. Atau kedua-duanya benar?
Sebuah penelitian yang dimuat di Journal of Applied Animal Welfare Science mengamati 16 kuda warm-blood dan 16 joki. Para ilmuwan menilai temperamen kuda lewat beberapa ujian yaitu reaksi saat mendengar suara keras, respon terhadap perubahan lingkungan tiba-tiba, dan seberapa cepat kuda kembali fokus setelah kaget. Hasilnya cukup jelas.
Kuda yang emosional cenderung menghindar dengan cara mengangkat kepala, menolak tali kekang, atau bergerak ke samping ketika diperintah. Sebaliknya, kuda yang kalem lebih mudah diarahkan dan lebih cepat merespons isyarat joki.
Namun sifat kuda bukan satu-satunya faktor. Kerja sama terbaik lahir saat temperamen kuda diimbangi latihan rutin dan joki yang sabar.
Menariknya, kepribadian joki sendiri tidak terlalu berpengaruh ketika kuda sudah tenang. Tetapi pada kuda yang sangat reaktif, joki yang sabar dan konsisten jauh lebih berhasil membangun komunikasi dan kepercayaan.
Ini menunjukkan keberhasilan bukan hanya soal teknik menunggang, melainkan kecocokan karakter antara kuda dan penunggangnya.
Di pacuan lokal Australia. Ada seekor kuda muda yang terkenal sulit dikendalikan dan sering menolak masuk starting gate karena mudah panik. Joki pertama yang mencoba pendekatan keras—dengan suara tinggi dan gerakan tegas—justru membuat kuda makin stres dan performanya menurun.
Saat joki lain mengambil alih dengan metode berbeda, hasilnya berubah. Ia mengajarkan latihan desensitisasi, mengenalkan suara-suara bising pelan-pelan, dan menjaga suasana tetap tenang. Perlahan kuda itu mau mengikuti arahan, berlari lebih lurus, dan akhirnya tampil maksimal di perlombaan berikutnya.
Kisah serupa kerap terjadi di banyak arena balap. Ada kuda yang terlihat “bandel” hanya karena penunggangnya tidak peka. Sebaliknya, kuda yang dianggap liar bisa jadi patuh ketika diperlakukan dengan kesabaran.
Bahasa tubuh kuda—gerakan telinga, cara menoleh, ketegangan otot leher—memberi sinyal jelas tentang perasaan mereka. Joki yang peka akan menangkap tanda ini lebih cepat daripada joki yang hanya fokus pada kecepatan.
Jadi, apakah temperamen kuda berperan? Tentu saja. Kuda yang jinak cenderung lebih mudah diajak bekerja sama. Namun keberhasilannya tak berhenti di situ.
Komunikasi halus dan kesabaran joki tetap menjadi kunci. Tanpa itu, bahkan kuda paling tenang sekalipun bisa kehilangan fokus.
Di arena pacuan, kemitraan sejati tercipta ketika manusia mau mendengarkan “bahasa” kuda. Karena pada akhirnya, bukan hanya kuda yang diuji, tetapi juga kesabaran dan kepekaan sang joki.
Install SARGA.CO News
sarga.co