

SARGA.CO—Dalam equestrian khususnya cabang show jumping, menawarkan perpaduan unik antara ketelitian teknis, pemahaman terhadap kuda, dan kemampuan riders dalam melampaui rintangan. Cabang olahraga ini tidak hanya menuntut keterampilan riders mengendalikan kuda, tetapi juga keahlian course designer dalam menciptakan lintasan yang menantang, aman, dan adil.
Dalam wawancara eksklusif tim Sarga.co dengan Rafiq H. Radinal, anggota Equestrian Commission PORDASI sekaligus Course Designer dan Technical Event Director dalam SARGA CSI1*-W FEI JUMPING WORLD CUP SEA LEAGUE 2024, terungkap bahwa keberhasilan dalam show jumping membutuhkan perhatian pada setiap detail teknis dan visual lintasan.
Dalam show jumping, setiap elemen lintasan dirancang untuk menguji kemampuan riders dan kuda secara menyeluruh. Tantangannya tidak hanya pada ketinggian rintangan, tetapi juga pada jarak, sudut, dan visual lintasan.
Riders harus mampu mengatur langkah kuda yang biasanya berkisar antara 3,7 hingga 4,2 langkah, untuk mencapai titik lompatan yang ideal. Hal ini melibatkan keputusan teknis seperti memperpendek atau memperpanjang langkah sesuai kebutuhan.
Rafiq menjelaskan pentingnya perhitungan ini, “Kalau rintangannya satu, saya harus take off 2 meter sebelumnya dan mendarat sekitar 2,2 meter. Kalau terlalu dalam, saya bisa nyangkut, apalagi di rintangan dengan dua palang yang membutuhkan lompatan parabola.”
Dalam artikel ilmiah yang ditulis Arnel Hendri S.Pd, M.Si tentang “Gerakan Parabola”, dijelaskan bahwa gerakan parabola merupakan perpaduan gerak lurus beraturan (GLB, kecepatan konstan) dengan gerak lurus berubah beraturan (GLBB, percepatan konstan).
Selain itu, elemen visual pada rintangan dalam bentuk tertentu juga dapat memengaruhi kuda. Sebagai course designer, Rafiq memastikan bahwa lintasan tidak hanya menantang, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana kuda memandang dan merespons rintangan tersebut.
“Rintangan harus dirancang agar kuda dapat fokus dan memiliki visibilitas yang baik terhadap lintasan. Misalnya, warna atau desain yang terlalu mencolok bisa membuat kuda ragu,” jelas Rafiq.
Rancangan lintasan juga melibatkan pengaturan jalur, apakah berupa straight line atau broken line, yang memengaruhi strategi riders. Dengan pendekatan ini, course designer dapat menciptakan lintasan yang menguji kemampuan teknis, fisik, dan mental rider sekaligus kuda mereka.
Menjadi seorang course designer memerlukan pendidikan khusus dan sertifikasi dari FEI (Fédération Équestre Internationale). Sertifikasi ini tidak hanya menguji kemampuan teknis, tetapi juga memastikan bahwa setiap individu memahami standar keselamatan dalam olahraga ini.
Rafiq, yang telah mencapai level 3 dalam sertifikasi FEI, menjelaskan perjalanan panjang yang harus ditempuh, “Setiap tiga tahun saya harus maintain status saya dengan mengikuti ujian tertulis atau kunjungan langsung ke kursus yang dipandu oleh conductor FEI. Level tertinggi, yaitu level 4, mayoritas masih dipegang oleh orang Eropa,” jelasnya.
Pendidikan ini mencakup berbagai aspek teknis, mulai dari desain lintasan hingga regulasi terbaru mengenai peralatan, seperti berat maksimal rintangan yang tidak boleh melebihi 10-11kg untuk mencegah cedera pada kuda.
Dalam show jumping, terdapat berbagai kelas dan tingkatan kompetisi yang disesuaikan dengan kemampuan rider dan kuda. Grand Prix misalnya, dirancang untuk rider berpengalaman dengan ketinggian rintangan mencapai 135-145cm.
Sementara itu, kategori U21 Championship diperuntukkan bagi atlet muda dengan ketinggian rintangan maksimal 115cm. “Pada kategori U21 kita dapat melihat potensi atlet muda, seperti anak berusia 14 tahun yang bisa tampil di ketinggian 115 cm. Dengan sistem poin tahunan, kita bisa menentukan juara nasional di akhir musim,” jelas Rafiq.
Tingkatan ini memberikan jalur yang jelas bagi para riders untuk berkembang, dari junior hingga level profesional. Strategi ini juga diterapkan dalam pengaturan jadwal kompetisi, di mana ketinggian rintangan ditingkatkan secara bertahap agar riders dan kuda dapat beradaptasi.
“Kita tidak bisa langsung memberikan rintangan setinggi 145 cm tanpa latihan bertahap. Baik atlet maupun kuda membutuhkan waktu untuk mempersiapkan diri secara fisik dan mental,” jelasnya.
Kesejahteraan kuda menjadi prioritas utama dalam setiap kompetisi show jumping. Setiap elemen lintasan dan peralatan, seperti boots dan mangkok rintangan, harus memenuhi standar FEI untuk memastikan keamanan. Jika kuda mengalami luka sekecil apa pun, ia tidak diizinkan untuk melanjutkan pertandingan.
“Kalau ada luka sedikit saja, kuda tidak boleh melanjutkan. Selain itu, setelah loncatan, boots kuda ditimbang untuk memastikan beratnya sesuai standar, dan pemeriksaan dopping juga dilakukan,” ungkap Rafiq.
Standar berat untuk boots kuda, berkisar antara 3 - 3,5 kg. Berat yang melebihi standar dapat memengaruhi cara kuda melompat dan berisiko menyebabkan cedera.
Di Indonesia, upaya untuk mencapai standar internasional terus dilakukan, baik melalui peningkatan kualitas atlet maupun penyelenggaraan kompetisi berskala internasional seperti SARGA CSI 1*-W FEI JUMPING WORLD CUP SEA LEAGUE 2024. Melalui wawasan yang diberikan oleh Rafiq Radinal, terlihat bahwa kesuksesan dalam show jumping tidak hanya tentang melampaui rintangan, tetapi juga menciptakan harmoni antara atlet, kuda, dan lintasan yang dirancang dengan penuh perhitungan.
Dengan komitmen pada pendidikan dan inovasi, Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di kancah global dan mencetak generasi baru atlet equestrian yang kompeten. Selain itu, diharapkan olahraga ini terus berkembang menjadi cabang yang kompetitif sekaligus menarik.
Install SARGA.CO News
sarga.co