

SARGA.CO - Pacuan kuda di Ranah Minang bukan hanya olahraga, tetapi juga potongan sejarah dan identitas budaya yang bertahan lebih dari seabad. Di setiap derap langkah kuda, tersimpan kisah-kisah tentang kejayaan, cinta, dan gengsi yang tak lekang oleh waktu.
Gelanggang pacuan di Minangkabau menyimpan cerita yang kaya warna: Bukit Ambacang di Bukittinggi, Bancah Laweh di Padang Panjang, Kubu Gadang di Payakumbuh, hingga Bukit Gombak di Batusangkar. Setiap arena adalah saksi bisu bagaimana masyarakat Minang merayakan keberanian dan keindahan dalam satu panggung yang sama.
Hiburan, Ajang Jodoh, dan Romantika Masa Lalu
Pada akhir abad ke-19, pacuan kuda bukan sekadar tontonan. Bagi raja-raja Minangkabau, ajang ini menjadi kesempatan mencari calon menantu. Bayangkan suasana saat itu: pemuda-pemuda gagah berlaga di lintasan, disaksikan para bangsawan dan sorak-sorai rakyat. Di balik kecepatan kuda, tersimpan harapan meraih hati pujaan.
Tak heran, adegan pacuan kuda di Bancah Laweh juga menjadi bagian ikonik dalam film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, menambah sentuhan romantis antara Hayati dan Zainuddin dalam kisah cinta karya Buya Hamka.
Saat kolonial Belanda menguasai Sumatra Barat, pacuan kuda berevolusi. Gelanggang bukan hanya tempat adu kecepatan, tetapi juga arena unjuk kemewahan para datuk dan pedagang kaya. Siapa yang punya kuda tercepat? Siapa yang tampil paling berkelas? Semua bersaing untuk gengsi dan status sosial.
Tradisi yang Tetap Memikat
Kini, pacuan kuda masih menjadi magnet budaya. Setiap helatan, gelanggang dipenuhi riuh penonton, aroma kuliner tradisional, dan pasar kaget yang semarak. Bagi pedagang, ini kesempatan emas; bagi keluarga, ini ajang rekreasi yang menyatukan generasi.
Lebih dari sekadar balapan, pacuan kuda adalah perekat silaturahmi dan identitas. Acara ini kerap menjadi bagian dari alek nagari, perayaan adat yang memperkuat nilai kebersamaan khas Minangkabau.
Warisan yang Tak Lekang Waktu
Bukit Ambacang dan Kubu Gadang hanyalah dua dari sekian banyak saksi sejarah panjang pacuan kuda di Ranah Minang. Tradisi ini bukan hanya bertahan, tapi juga terus beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan jati diri.
Jika suatu saat kalian menginjakkan kaki di Sumatera Barat, sempatkanlah menyaksikan pacuan kuda. Rasakan adrenalin, hirup atmosfer kebersamaan, dan nikmati romansa budaya yang mengalir di setiap hentakan kuda. Inilah wajah Indonesia yang tak boleh dilupakan.
Saat semua mata tertuju pada kuda-kuda unggulan, Mine That Bird datang sebagai kuda yang tak diperhitungkan.
Baca SelengkapnyaPersaingan sengit terjadi di kelas 2 Tahun Pemula C/D non finalis - 1.200 meter
Baca SelengkapnyaKamu bisa menyaksikan kuda jagoan kamu berpacu di lintasan IHR Indonesia Derby 2025 sambil menyeruput kopi favorit
Baca SelengkapnyaEvent akbar IHR Indonesia Derby 2025 akan berlangsung akhir pekan ini. Jangan ketinggalan memesan tiket untuk menjadi saksi lahirnya calon juara baru Triple Crown
Baca SelengkapnyaInstall SARGA.CO News
sarga.co