

SARGA.CO - Satu suara yang selalu hadir, memandu emosi, memecah sunyi, dan menghidupkan dan mengomentari setiap detik derap kaki kuda lintasan pacu. Hengky Yandrika, atau yang lebih dikenal dengan nama Hengky, salah satu dari tiga komentator di kejuaraan pacuan kuda Indonesia.
Kisahnya bukan tentang ambisi, tapi tentang cinta yang terlalu dalam pada makhluk bernama kuda. Cinta yang tidak diwariskan oleh keluarga, tidak diajarkan oleh siapa pun, namun tumbuh begitu saja sejak pertama kali melihat kuda berlari di lapangan Turonggo, Ambarawa, tahun 1998.
Perjalanan Hengky sebagai komentator dimulai bukan dari panggung megah, tapi dari layar kecil YouTube.
“Saya sering ke kandang Pakde saya, lihat pejantan bernama Angelo Eclipse. Saking cintanya, saya bisa lima-enam kali ke kandang dalam sehari. Lalu saya mulai rekam-rekam, upload ke YouTube. Nggak nyangka, banyak yang nonton,” ujarnya.
Ketika akhirnya dipercaya untuk mengulas race secara resmi di Kejurnas Seri 1 tahun 2024 oleh Haji Munawir dari Tombo Ati Stable, Hengky sempat ragu. Tapi panggilan hati lebih kuat.
“Deg-degan, iya. Tapi begitu dihadapkan dengan nama-nama besar seperti King Argentin, Wonder Land, atau Megantara, semuanya jadi berubah. Saya ingin membawa cerita mereka lebih hidup,” katanya.
Dan sejak saat itu, mikrofon bukan lagi alat kerja, tapi jembatan untuk menyampaikan cinta lamanya pada kuda kepada ribuan telinga.
Jika ada satu race yang membuatnya menangis, itu adalah saat Megantara gagal di Kejurnas Indonesia Derby 2023.
“Baru 100 meter, post step-nya lepas. Megantara mundur. Saya langsung guling-guling di tengah lapangan, nangis. Orang banyak lihat saya, tapi saya nggak peduli. Itu anak dari pejantan Pakde saya, dan pemiliknya sahabat saya. Rasanya kayak kehilangan keluarga.”
Namun dari kekalahan itu, Hengky justru semakin mencintai dunia ini. “Pacuan mengajarkan saya bahwa tak semua yang kita cintai bisa menang. Tapi tetap layak diperjuangkan.”
Baginya, menjadi komentator bukan cuma soal menyebutkan siapa yang memimpin di tikungan terakhir atau siapa yang tercepat di lintasan lurus. Hengky adalah arsip hidup kuda pacu.
Ia hafal riwayat kuda, kombinasi joki, bahkan karakter tiap lintasan. “Dua hari sebelum pacuan, saya sudah nggak tidur. Baca Racebook, catat, analisa, hafalin. Dari nomor start sampai sejarah performa. Karena komentator yang baik itu bukan cuma tahu nama, tapi tahu cerita di balik nama itu.”
Ia pun belajar dari komentator bola dan Kentucky Derby. Gaya bicaranya tenang, kadang meledak-ledak saat klimaks race tiba, tapi tak pernah kehilangan kendali. “Yang penting ada ciri khas, biar orang langsung tahu: ini suara Hengky,” jelasnya.
Hingga kini, Hengky masih menyimpan impian: membangun peternakan kuda sendiri di tengah pegunungan. “Saya ingin punya peternakan terbaik di Indonesia. Punya kuda pacu sendiri. Mungkin mahal, mungkin mustahil, tapi mimpi tetap harus diperjuangkan.”
Dan saat ditanya apa pesannya bagi generasi muda yang ingin mengikuti jejaknya, “Cintai dulu kudanya. Kalau udah cinta, nanti Tuhan akan pertemukan kamu dengan orang-orang baik. Ilmu tentang kuda itu nggak ada habisnya. Yang penting: jangan berhenti belajar.” jelasnya.
Bagi sebagian orang, Hengky hanyalah suara dari balik speaker. Tapi bagi dunia pacuan, ia adalah jembatan antara emosi dan fakta, antara derap dan cerita. Suara yang lahir dari cinta tulus, dan akan terus menggema selama masih ada kuda yang berlari di lintasan.
Install SARGA.CO News
sarga.co