

SARGA.CO - Di dunia pacuan kuda, legenda datang dari berbagai rupa. Ada yang terlahir dengan tubuh gagah, silsilah mentereng, dan ekspektasi tinggi. Namun kisah Kincsem, seekor kuda betina mungil berwarna liver chestnut dari Hungaria, justru dimulai dari keraguan dan ejekan, sebelum akhirnya berubah menjadi dongeng nyata tentang keajaiban, ketangguhan, dan kejayaan.
Lahir pada 17 Maret 1874 di Kisbér, Hungaria, Kincsem yang dalam bahasa Hungaria berarti "Harta Berharga", tak menampakkan tanda-tanda akan menjadi legenda. Tubuhnya kecil, bentuknya tak simetris, dan penampilannya dianggap jauh dari standar kuda pacuan. Banyak yang mencibir. Banyak pula yang menyarankan agar dia disingkirkan sejak dini.
Namun sang pemilik, Ernő von Blaskovich, punya pandangan lain. Ia memutuskan membesarkan dan mempercayakan Kincsem kepada pelatih asal Inggris, Robert Hesp. Sebuah keputusan yang kelak mengubah sejarah. Di bawah bimbingan Hesp dan ditemani joki Elijah Madden, Kincsem mulai menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dilihat dari luar: jiwa petarung yang tak pernah menyerah.
Kincsem memulai debutnya di lintasan pacuan pada tahun 1876, dan sejak saat itu, ia tak pernah kalah sekali pun. Dalam kurun waktu empat tahun (1876–1879), ia mencatatkan rekor sempurna: 54 kemenangan dari 54 race, sebuah pencapaian abadi yang belum tertandingi hingga kini.
Kemenangannya bukan hanya terjadi di kandang sendiri. Kincsem menjelajah Eropa dan menaklukkan berbagai lintasan bergengsi, seperti: Hungarian Two Thousand Guineas & One Thousand Guineas, Goodwood Cup di Inggris, Grosser Preis von Baden di Jerman (3 kali) dan Grand Prix de Deauville di Prancis.
Di setiap balapan, Kincsem tampil bukan sekadar menang, tapi memikat. Ia dikenal dengan gaya balap tenang di awal, lalu melesat di akhir, mengejar dari belakang dan menyalip dengan penuh wibawa, layaknya seorang Ratu yang datang menagih takhta.
Di mata rakyat Hungaria, Kincsem bukan hanya kuda pacu, tapi simbol kejayaan dan kebanggaan nasional. Ia tampil di masa ketika Hungaria tengah mencari identitas, dan kehadirannya di lintasan menjadi pengingat bahwa dari negeri kecil, bisa lahir kekuatan besar.
Tak ada kata "kalah" dalam kamus Kincsem. Ia menjadi inspirasi, bukan hanya bagi pecinta kuda, tapi juga bagi siapa pun yang pernah diremehkan karena penampilan.
Akhir yang Tragis, Warisan yang Abadi
Sayangnya, kehidupan sang Ratu harus berakhir terlalu cepat. Pada 16 Maret 1887, hanya sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-13, Kincsem meninggal mendadak karena kolik, gangguan pencernaan mematikan yang sering dialami kuda. Kepergiannya menyisakan duka yang mendalam, tapi juga meninggalkan warisan tak ternilai.
Kini, lebih dari seabad setelah kepergiannya, nama Kincsem tetap abadi dalam sejarah. Ia dikenang sebagai kuda pacu terbaik yang pernah ada, dengan rekor sempurna yang nyaris mustahil ditandingi. Patung, museum, bahkan film telah dibuat untuk mengabadikan kisahnya.
Kini, meski ia tak lagi berlari di dunia nyata, langkahnya terus bergema di lintasan, di sejarah, dan di hati para pecinta pacuan di seluruh dunia.
(Sumber: thoroughbredracing.com, Atha ID)
Install SARGA.CO News
sarga.co