

SARGA.CO - Lahir dari keluarga sederhana di Tondano, Jemmy Runtu tumbuh tanpa bayangan sedikit pun untuk menjadi seorang joki pacuan kuda. Namun, kecintaannya pada olahraga dan pertemuannya dengan dunia pacuan kuda justru mengantarnya pada gelar bergengsi Triple Crown, sebuah pencapaian yang hanya bisa diraih joki terbaik.
Jemmy Samuel Hari Runtu, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Jemmy Runtu lahir di Tondano, pada 26 Oktober 1986. Di usianya yang menginjak 39 tahun pada 2025, ia berhasil menorehkan prestasi sebagai salah satu joki terbaik Tanah Air dengan meraih gelar Triple Crown.
Gelar itu ia dapatkan berkat kemenangannya bersama King Argentin di rangkaian Indonesia’s Horse Racing (IHR): Triple Crown Serie 1, IHR: Triple Crown Serie 2, dan di laga pamungkas IHR: Indonesia Derby 2025.
Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, Jemmy Runtu tumbuh dalam keluarga sederhana. Ayahnya adalah pensiunan guru dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
Meski tidak berkecimpung di dunia pacuan kuda, keluarga mereka memiliki kuda bendi yang membuat Jemmy sejak kecil sudah terbiasa berinteraksi dengan kuda, meski bukan kuda pacu.
Jemmy kecil juga dikenal gemar berolahraga, terutama berenang dan berlari. Dari sanalah ia mendapat julukan “Kilat” karena kecepatan larinya yang mengungguli teman-teman sebayanya. Julukan itu bahkan masih melekat hingga saat ini.
“Sudah banyak orang yang tahu nama Kilat. Dari Manado sampai di Pulau Jawa sudah tahu nama itu,” ungkap Jemmy.
Meski sejak belia akrab dengan kuda, Jemmy tak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang joki, terlebih karena keluarganya sama sekali tidak memiliki latar belakang di dunia pacuan.
Perjalanan Jemmy dimulai ketika ia dipanggil untuk merawat kuda di sebuah stable di Tompaso, Sulawesi Utara. Di sana, Jemmy Mawengkang, seorang pensiunan joki profesional yang kemudian berkarier sebagai horse trainer, melihat potensi besar dalam diri Jemmy Runtu.
“Kamu cocok jadi joki. Coba mulai latihan berkuda,” ucap Mawengkang, seperti diingat kembali oleh Jemmy.
Sejak saat itu, Jemmy Runtu tekun belajar mengendalikan kuda pacu di sela-sela kesibukannya di stable.
Ketertarikannya pun semakin kuat, apalagi sejak kecil Jemmy terbiasa menonton turnamen pacuan kuda lokal, sering kali diajak oleh teman-teman sebaya di kampung halaman. Pengalaman itu menjadi salah satu dorongan besar baginya untuk benar-benar menekuni dunia pacuan kuda.
Momen pertamanya menunggang kuda pacu ketika berusia 18 tahun. Saat itu ia mengendalikan Kusuma Bangsa, seekor kuda pacu berprestasi asal Tompaso.
Meski sempat diliputi rasa tegang karena harus mengendalikan kuda dengan kecepatan tinggi, pengalaman itu justru menjadi momen tak terlupakan sekaligus membanggakan dalam perjalanan awal kariernya.
Tahun 2008 menjadi titik penting dalam perjalanan Jemmy ketika ia bergabung dengan King Halim Stable, yang saat itu berbasis di Arcamanik, Bandung, Jawa Barat.
Bersama stable ini, Jemmy mencatatkan kemenangan di berbagai pertandingan pacuan kuda bergengsi, sekaligus menegaskan reputasinya sebagai joki andalan.
Pada 2024, ia meraih gelar juara pertama PON XXI Aceh-Sumut Kelas A jarak 2.200 meter, juara pertama Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda Seri 01 Indonesia Derby kelas 3 tahun A/B jarak 2.000 meter, serta dua gelar di podium pertama pada Kejuaraan Nasional Ke-58 Pacuan Kuda PORDASI Seri II pada nomor bergengsi Kelas A Terbuka Star of Stars jarak 2.200 meter dan Kelas A Super Sprint jarak 1.300 meter.
Prestasinya berlanjut pada 2025 dengan torehan juara kedua di Jateng Derby kelas 2 tahun Perdana C/D Divisi I jarak 800 meter, serta juara ketiga di nomor kelas 4 tahun A/B jarak 2.000 meter.
Bagi Jemmy, pencapaian tersebut bukan semata kebanggaan pribadi, melainkan juga bagian dari tanggung jawab besar yang diemban seorang joki.
“Apalagi kan dituntut, kita harus menang Derby,” jelasnya.
Puncak kariernya hadir ketika ia menyapu bersih podium pertama pada tiga rangkaian turnamen bergengsi, di antaranya pada gelaran IHR: Triple Crown Serie 1 dengan jarak 1.200 meter, IHR: Triple Crown Serie 2 berjarak 1.600 meter, dan IHR: Indonesia Derby dengan jarak 2.000 meter yang membawanya sebagai pemenang Triple Crown, sebuah pencapaian bergengsi dalam dunia pacuan kuda Indonesia.
Pencapaian tersebut tidak membuat Jemmy cepat berpuas diri. Baginya, kemenangan bukan sekadar kebanggaan pribadi, melainkan sebuah kesempatan untuk mengharumkan nama stable tempatnya bernaung serta memberi kebanggaan bagi keluarga.
Meski kini dikenal sebagai salah satu joki terbaik di Indonesia, perjalanan Jemmy menuju kesuksesan tidak selalu mulus. Jalan panjang yang ia tempuh penuh tantangan, termasuk penolakan hingga keraguan dari orang terdekat.
Ketika Jemmy memutuskan untuk serius berkarier sebagai joki, sang kakak sempat melarangnya menekuni profesi tersebut.
“Kamu nggak boleh jadi joki, nanti badanmu nggak bisa besar. Jadi joki kan harus diet,” kenang Jemmy.
Namun, niatnya yang kuat untuk mandiri membuatnya tetap memilih jalan sebagai joki. Untungnya, kedua orang tuanya justru mendukung penuh langkahnya.
Istrinya, Ayu Nastiti, juga kerap merasa khawatir. Risiko terjatuh di lintasan membuatnya menyarankan Jemmy untuk beralih menjadi trainer.
Sepanjang kariernya, Jemmy memang pernah berulang kali mengalami cedera. Namun, kecintaannya terhadap dunia pacuan kuda membuatnya tetap bertahan.
“Nasib gaada yang tahu, apa pun itu kita jalanin aja dulu. Mungkin nanti bisa jadi pelatih, pas sudah berumur nanti,” katanya.
Meski sang istri jarang mau menonton langsung di lintasan, kemenangan Jemmy di Triple Crown membuat Ayu begitu bangga.
“Terima kasih udah jadi kepala keluarga yang membanggakan,” tutur Jemmy saat menyampaikan pesan istrinya.
Selain pacuan, Jemmy juga mulai tertarik pada equestrian. Menurutnya, teknik equestrian memiliki banyak manfaat yang bisa diterapkan dalam pacuan kuda. Untuk itulah, saat ini ia mulai mempelajari teknik yang ada di equestrian.
“Misal, kita bisa mempelajari gimana biar kudanya bisa lebih kalem,” terang Jemmy.
Bagi Jemmy, equestrian bukan sekadar cabang olahraga baru, melainkan sarana untuk memperdalam ikatan dengan kuda sekaligus memperkaya strategi di lintasan. Ia juga menyebutkan bahwa pemahaman mendalam terhadap kuda adalah kunci untuk terus berkembang sebagai joki yang tangguh dan visioner.
Pertemuan pertama antara Jemmy Runtu dan Farooq Ali Khan terjadi ketika Farooq dipanggil sebagai trainer di King Halim Stable. Saat itu, Jemmy sudah lebih dulu bergabung dengan stable tersebut.
Menurut Farooq, Jemmy adalah joki yang selalu mengikuti instruksi dengan baik serta menunjukkan etos kerja yang tinggi. Konsistensinya di lintasan membuat Jemmy mampu mempertahankan posisi pertama di sejumlah kejuaraan, hingga akhirnya meraih gelar Triple Crown.
Salah satu kepribadian yang paling dikagumi Farooq adalah kedisiplinan Jemmy saat berlatih.
“He always doing the best, that’s why he also get the best result (Dia selalu melakukan yang terbaik. Itulah sebabnya, ia dapat hasil yang terbaik juga),” ungkap Farooq.
Selain disiplin, Jemmy juga dikenal ramah. Sikap ini membuat proses latihan lebih mudah, meski Farooq berasal dari negara dan budaya yang berbeda.
Farooq menilai Jemmy mampu menempatkan diri. Ketika di arena latihan, Jemmy profesional sebagai seorang joki, sementara di luar latihan, ia bisa menjadi teman yang hangat.
Bagi Farooq, gelar Triple Crown tidak membuat Jemmy cepat puas. Ia melihat Jemmy sebagai pribadi yang ingin terus berkembang. Farooq pun yakin bahwa kemampuan Jemmy masih bisa diasah lebih jauh lagi, bahkan melampaui pencapaiannya sekarang.
Bagi Jemmy Runtu, kedisiplinan adalah kunci. Latihan yang konsisten membuatnya terus berkembang sebagai joki.
Ia juga berpesan kepada generasi muda yang ingin menekuni pacuan kuda.
“Tetap konsisten dan mau belajar.” ungkapnya.
Meski begitu, kecintaan Jemmy Runtu pada pacuan kuda tidak membuatnya memaksakan sang anak untuk mengikuti jejak yang sama.
Baginya, setiap orang berhak memilih jalannya sendiri, sementara ia tetap fokus menekuni profesinya dengan sepenuh hati. Dengan disiplin yang konsisten, etos kerja yang tinggi, dan sikap rendah hati, Jemmy menjadi salah satu joki terbaik Indonesia.
Dimulai dari lintasan lokal hingga kejuaraan nasional, ia membuktikan diri sebagai sosok yang bukan hanya mengejar gelar, melainkan juga menjaga kiprah olahraga pacuan kuda. Gelar Triple Crown hanyalah salah satu bukti bahwa perjalanan panjangnya masih terus berlanjut.
Install SARGA.CO News
sarga.co