SARGA.CO - Mungkin tidak semua orang mengenal namanya, tetapi di dunia pacuan kuda Eropa, Sea Bird adalah legenda sejati. Lahir di Prancis pada tahun 1962, kuda jantan berwarna chestnut dengan garis putih tipis di dahinya dan dua 'kaus kaki putih' di kaki belakangnya ini dikenal karena keanggunan dan kecerdasannya di lintasan.
Sea Bird berasal dari garis darah hebat. Ayahnya, Dan Cupid, adalah runner-up French Derby dan anak langsung dari Native Dancer, salah satu kuda terbaik Amerika. Ibunya, Sicalade, bukan kuda pacu sukses karena gangguan pernapasan, tapi dari sanalah lahir seekor calon legenda. Sea Bird dibesarkan oleh Jean Ternynck, dan di tangan joki Pat Glennon, sejarah pun tercipta.
Sebagai kuda muda berusia dua tahun, Sea Bird langsung mencuri perhatian. Ia memenangi Prix de Blaison dan Criterium de Maisons-Laffitte, sebelum akhirnya kalah tipis di Grand Criterium, satu-satunya kekalahan dalam kariernya.
Namun, segalanya berubah saat Sea Bird berumur tiga tahun. Dengan joki Pat Glennon, ia tampil dominan di Prix Greffulhe dan Prix Lupin, menang dengan margin besar yang membuat publik Eropa terpesona. Hasil itu membuatnya dijagokan di ajang paling prestisius, Epsom Derby di Inggris.
Di Epsom Derby, Sea Bird tampil seolah tanpa tenaga ekstra, effortless. Ia sempat tertinggal di awal, namun di lintasan akhir, Glennon hanya diam di pelana saat Sea Bird melesat seperti bayangan.
Ia finis unggul dua length dari Meadow Court, disambut decak kagum penonton Inggris. Dari sana, Sea Bird melanjutkan kemenangan di Grand Prix de Saint-Cloud, menumbangkan kuda yang lebih tua dengan mudah.
Namun, momen yang menahbiskan Sea Bird sebagai legenda datang di Prix de l’Arc de Triomphe 1965, salah satu balapan dengan field terkuat sepanjang masa. Lawan-lawannya bukan sembarangan: ada Reliance (pemenang French Derby), Tom Rolfe (pemenang Preakness Stakes), Meadow Court, Anilin, Blabla, hingga Diatome.
Sea Bird menjaga posisi di tengah hingga separuh lintasan, lalu tiba-tiba melesat di tikungan terakhir. Reliance mencoba menempel, tapi sia-sia. Sea Bird melaju dengan anggun, menang enam length, margin yang dianggap 'tidak normal' oleh pengamat balap. Para jurnalis kehabisan kata-kata; penonton hanya terdiam menyaksikan dominasi seekor kuda yang tampak berlari tanpa beban.
Rating Tertinggi Sepanjang Abad ke-20
Organisasi Timeform memberi Sea Bird rating 145 poin, tertinggi pada abad ke-20, lebih tinggi dari legenda seperti Tudor Minstrel (144) dan Ribot (142). Nilai ini baru bisa dilewati puluhan tahun kemudian oleh Frankel (147) pada 2011.
Dalam buku A Century of Champions karya John Randall dan Tony Morris, Sea Bird dinobatkan sebagai kuda pacu terhebat abad ke-20, mengungguli Secretariat, Ribot, dan Brigadier Gerard.
Kuda yang Berlari dengan Kecerdasan
Keunggulan Sea Bird bukan pada kecepatan mentah atau rekor waktu fantastis seperti Secretariat, melainkan pada kecerdasannya di lintasan. Ia tahu kapan harus menahan tenaga dan kapan harus melesat. Setiap kemenangan terlihat mudah, bahkan saat melawan kuda-kuda terbaik dunia.
Sea Bird bukan hanya menang, tapi mengendalikan seluruh balapan. Para pesaingnya seolah berlari di dunia berbeda. Karena itulah, banyak pengamat menyebutnya “Mao Zedong-nya dunia kuda pacu”—sebuah simbol supremasi, kecerdasan, dan kendali total.
Sea Bird hanya turun di tujuh balapan, menang enam kali, namun itu cukup untuk menahbiskannya sebagai kuda pacu paling dominan dalam sejarah Eropa. Setiap generasi pecinta pacuan kuda masih mengenangnya sebagai sosok yang berlari tanpa suara, tapi meninggalkan gema yang tak akan pernah padam. Sea Bird bukan hanya seekor kuda. Ia adalah legenda yang terbang di atas lintasan sejarah.
(Berbagai sumber)
Install SARGA.CO News
sarga.co