SARGA.CO - Di antara deretan kuda pacu terbaik Jepang era 1980-an, nama Gold City bersinar tidak hanya karena catatan balapnya, tetapi juga karena pesonanya yang sulit dilupakan. Lahir pada 16 April 1984, Gold City bukan hanya kuda biasa, ia adalah simbol dari kemewahan, keanggunan, dan sedikit kenakalan dalam dunia balap kuda.
Gold City datang dari silsilah penuh kehormatan. Ayahnya adalah Viceregal, kuda asal Kanada yang dikenal sebagai turunan elite. Dari garis ibu, Italian City, ia membawa darah dari Tesco Boy (UK), salah satu nama besar dalam dunia thoroughbred Inggris yang sempat mewarnai dunia balap Jepang.
Yang membuatnya langsung menonjol bahkan sebelum menyentuh lintasan adalah warna bulunya, chestnut keemasan yang berkilau di bawah sinar matahari. Di paddock, Gold City bukan hanya peserta; ia adalah pusat perhatian. Tatapan matanya yang tajam dan karismatik sering kali membuat penonton bertanya-tanya: apakah ia hanya tampan atau juga cepat?
Gold City memulai kariernya di usia dua tahun, usia yang sering kali jadi titik awal pembuktian. Dan ia tidak mengecewakan.
Pada Hanshin Sansai Stakes 1986 (G1), ia mencetak kemenangan gemilang, membuktikan dirinya sebagai dua tahun terbaik saat itu. Kemenangan itu membuatnya diganjar JRA Award for Best Two-Year-Old Colt 1986, sebuah pengakuan resmi atas potensinya.
Saat memasuki usia tiga tahun, Gold City terus menunjukkan taji meski tak selalu finis pertama. Dua runner-up penting di ajang G1, Satsuki Sho dan Kikuka Sho, menegaskan bahwa Gold City selalu menjadi ancaman, bahkan di antara kuda terbaik Jepang kala itu.
Rekornya menunjukkan konsistensi. 20 balapan dengan 3 kemenangan, 4 kali finis kedua, 3 kali finis ketiga.
Tak hanya mencetak pundi-pundi yen, Gold City mencetak kenangan, baik bagi tim pelatihnya, maupun para penggemar balap di Jepang.
Jika di lintasan ia tampil sebagai kuda kompetitif, di luar lintasan Gold City adalah karakter yang unik. Pelatihnya pernah bercanda bahwa Gold City adalah “kuda paling malas bangun pagi” di seluruh stallenya.
Dalam sesi latihan, ia bisa bersikap keras kepala dan enggan digiring. Saking frustrasinya, sang pelatih sempat berseloroh bahwa Gold City mungkin lebih cocok sebagai kuda tunggangan di Tokyo Disneyland daripada jadi pelari profesional.
Namun, bukankah karakter seperti ini justru membuatnya lebih menarik? Di mata banyak fans, Gold City adalah gabungan antara pesona visual, temperamen unik, dan jiwa petarung, sebuah perpaduan yang menjadikannya sosok ikonik.
Gold City mungkin tidak mengoleksi banyak trofi G1, tapi ia meninggalkan warisan yang berbeda: kepribadian. Ia adalah salah satu dari sedikit kuda pacu yang tidak hanya dihormati karena kecepatannya, tapi juga diingat karena karismanya.
Dalam dunia balap yang keras dan penuh tekanan, Gold City adalah pengingat bahwa semangat dan gaya kadang bisa meninggalkan jejak lebih dalam dari sekadar angka kemenangan.
(Sumber: Netkeiba, Wiki & Namuwiki)
Install SARGA.CO News
sarga.co