

SARGA.CO - Untuk pertama kalinya dalam hampir dua abad, Singapura kini menjadi negara tanpa pacuan kuda. Setelah lebih dari 180 tahun, Singapore Turf Club di Kranji menggelar balapan terakhirnya pada 5 Oktober 2024.
Ajang Grand Singapore Gold Cup menutup seluruh kegiatan, sebelum lahan pacuan seluas 120 hektare itu diserahkan kepada pemerintah untuk dijadikan perumahan dan fasilitas publik.
Mengutip berbagai sumber, sejarah pacuan kuda di Singapura dimulai pada 1842, saat Singapore Sporting Club membuka lintasan di Farrer Park. Pada masa kolonial, pacuan kuda menjadi hiburan utama sekaligus arena sosial kalangan elite.
Pada 1933, balapan pindah ke Bukit Timah, yang kemudian dikenal luas sebagai simbol pacuan kuda Singapura. Selama puluhan tahun, tribun Bukit Timah selalu dipenuhi penonton yang datang untuk bertaruh sekaligus menikmati suasana akhir pekan.
Tahun 1999, pacuan berpindah ke Kranji dengan fasilitas modern berkelas dunia. Kranji pernah menjadi tuan rumah ajang balap internasional dan menarik ribuan penonton dari dalam maupun luar negeri.
Bahkan, Ratu Elizabeth II sempat menyaksikan langsung balapan di Singapura pada 1972, sebuah momen bersejarah yang menunjukkan betapa pentingnya olahraga ini.
Pacuan kuda sempat menjadi hiburan populer di awal 2000-an. Setiap akhir pekan, belasan ribu orang memadati tribun. Namun, perlahan pamornya meredup.
Pada 2010, rata-rata penonton sekitar 11.000 orang per hari balap, lalu menurun jadi 6.000 pada 2019. Setelah pandemi, angka itu jatuh ke sekitar 2.600 orang saja.
Penurunan minat ini membuat pemerintah menilai ulang manfaat lahan pacuan. Dengan kebutuhan perumahan yang terus meningkat, lahan Kranji akhirnya diputuskan untuk dialihkan demi kepentingan publik.
Balapan terakhir di Kranji dihadiri sekitar 10.000 orang, sebuah lonjakan besar dari jumlah penonton biasanya. Banyak yang datang bukan hanya untuk bertaruh, tapi juga untuk menyaksikan berakhirnya sebuah tradisi panjang.
Ada rasa haru sekaligus nostalgia. Bagi sebagian orang, pacuan kuda adalah bagian dari hidup mereka—tempat bekerja, bersosialisasi, bahkan membangun komunitas.
Dengan ditutupnya Kranji, Singapura kini resmi tidak lagi memiliki pacuan kuda. Turf Club dibubarkan, ribuan pekerja dialihkan ke sektor lain, dan kuda-kuda balap dipindahkan atau diekspor.
Pada Maret 2027, lahan Kranji sepenuhnya akan menjadi milik negara untuk pembangunan hunian, ruang hijau, dan fasilitas umum yang lebih bermanfaat bagi warga.
Sejarah panjang dari Farrer Park, Bukit Timah, hingga Kranji kini tinggal cerita. Pacuan kuda tidak lagi terdengar di Singapura. Yang tersisa hanyalah kenangan tentang olahraga yang pernah begitu populer, namun akhirnya harus menyerah pada perubahan zaman dan kebutuhan ruang hidup warganya.
Install SARGA.CO News
sarga.co