SARGA.CO - Di lantai lima tribun utama Arena Pacuan Kuda Kochi, sebuah pintu kayu terbuka. Di baliknya, berdiri Koji Hashiguchi, pria yang sejak 1994 menjadi suara ikonik dari arena pacuan kecil di wilayah selatan Shikoku, Jepang.
“Ah, saya sudah menunggu,” sapanya hangat, seolah menyambut teman lama.
Bagi siapa pun yang pernah mendengar suara lembutnya saat memandu balapan, sambutan ini bukan hal mengejutkan. Suaranya adalah bagian dari atmosfer Kochi Racecourse dari musik odds, fanfare sebelum lomba, hingga panggilan start. Tapi Hashiguchi bukan sekadar penyiar. Ia adalah penyelamat diam-diam dari arena pacuan yang pernah berada di ambang kehancuran.
Semua ini dimulai bukan dari cinta terhadap pacuan kuda. Justru, Hashiguchi dulu hanya remaja biasa yang ingin membeli alat musik untuk band-nya. “Saya butuh pekerjaan yang bayarannya bagus,” kenangnya dikutip dari laman Horse Idol.
Ia pun mencoba peruntungan sebagai penyiar di stasiun lokal RKC Kochi Broadcasting, murni demi biaya hobi. Tak disangka, langkah itu mengarahkannya ke sesuatu yang jauh lebih besar.
Ketika Kochi Racecourse sedang 'sekarat' akibat defisit berkepanjangan, dan nyaris ditutup, Hashiguchi justru tertantang.
“Saat tahu mereka butuh penyiar balap dan situasinya kritis, saya berpikir, Saya mau coba. Saya ingin lihat apakah saya bisa bantu," imbuhnya.
Sejak itulah, Hashiguchi mengambil ‘pertaruhan gila’, tanpa pengalaman atau pengetahuan soal balap kuda, ia menerima tugas berat, menghidupkan kembali arena pacuan yang hampir mati.
Jadikan Arena Ini Milik Semua Orang
Tujuan utamanya sederhana namun mendalam, menjaga dan melestarikan pacuan Kochi. Baginya, arena pacuan bukan hanya soal menang-kalah atau taruhan. Ia ingin membangun sesuatu yang lebih bermakna 'arena dengan wajah', tempat orang merasa terhubung secara emosional. “Karena kami hampir bangkrut dulu, semua orang di sini punya tujuan yang sama, bertahan bersama,” ujarnya.
Hashiguchi merasakan kehangatan komunitas sejak pertama kali datang sebagai orang luar. Para joki, pelatih, dan staf menyambutnya dengan terbuka. Dan ia ingin rasa kekeluargaan itu juga dirasakan para penggemar.
Bangun Koneksi Emosional Lewat Cerita
Untuk itu, ia menciptakan program seperti Morning Outlook di YouTube dan segmen pra-balapan Jockeys’ Talk. Lewat program ini, penonton bisa mengenal sisi personal para joki, bukan hanya angka di papan skor. “Saya ingin orang merasa senang bukan karena menang taruhan, tapi karena joki favoritnya menang,” katanya.
Bahkan, joki-joki muda yang jarang mendapat kesempatan berlaga diberi bayaran tampil agar tetap semangat. Baginya, cerita dan sisi manusia dari pacuan kuda adalah daya tarik utamanya.
“Pacuan kuda penuh cerita. Itulah yang membuatnya hidup,” ujar Hashiguchi.
Ia pun menyebut kisah Ratu Elizabeth II yang tertarik dengan kuda Jepang, Deep Impact, karena darahnya terhubung dengan kuda milik sang ratu, Highclere. Kisah-kisah seperti inilah yang membuat dunia balap terasa dekat, bahkan dari tempat yang jauh.
Gaya Unik yang Tak Tergantikan
Hashiguchi bukan komentator biasa. Ia menyebut waktu antar lap seperti penyiar ESPN, menjaga objektivitas, tapi tetap setia pada satu hal: pengucapan nama kuda yang benar. “Kalau nama kudanya pakai bahasa Inggris, saya usahakan pelafalannya sebaik mungkin, sebagai bentuk penghormatan,” ujarnya.
Ia terinspirasi dari penyiar legendaris Jiro Shirakawa yang melakukan hal serupa. Tapi Hashiguchi tidak berhenti di mikrofon. Semua musik di Kochi Racecourse juga ia buat sendiri! Dari fanfare hingga musik pengiring, semuanya digubah dan dimainkan secara manual, tanpa bantuan komputer. Ia memakai sequencer dan sampler, memainkan instrumen satu per satu lalu merekam dan menyusunnya.
Suara yang Mengubah Nasib
Hasilnya? Kochi Racecourse bukan lagi arena kecil yang hampir mati. Ia kini dikenal nasional, tempat kisah kuda legendaris Haru Urara yang kalah 113 kali berturut-turut namun tetap dicintai, bisa menjadi fenomena.
Hashiguchi telah membuktikan bahwa dengan suara, cerita, dan musik, sebuah arena pacuan bisa berubah dari tempat biasa menjadi rumah kedua bagi para pencinta balap kuda di seluruh Jepang.
“Tentu saya menonton arena lain. Tapi saya akan paling bahagia kalau makin banyak orang merasa Kochi adalah rumah mereka,” ujarnya.
Install SARGA.CO News
sarga.co