SARGA.CO – Di dunia pacuan kuda, hanya sedikit pemenang yang namanya benar-benar dikenang lama. Salah satu yang paling menonjol adalah Fusaichi Pegasus. Bukan hanya terkenal karena kecepatan dan prestasi, dia juga terkenal karena pernah terjual dengan harga fantastis—sekitar Rp 934 miliar—yang menjadikannya kuda termahal di dunia.
Karier Fusaichi Pegasus menunjukkan kombinasi kekuatan, teknik, dan mental juara. Di lintasan, langkahnya kuat dan teratur, membuatnya sulit disaingi. Keistimewaannya tidak hanya soal menang, tetapi juga cara ia menjaga kecepatan dan fokus sepanjang balapan.
Hingga kini, namanya tetap menjadi cerita yang sering dibicarakan para penggemar pacuan kuda, baik karena prestasi maupun nilai jualnya yang luar biasa.
Lebih dari 20 tahun setelah masa kejayaannya, kisah Fusaichi Pegasus tetap menarik perhatian. Ia jadi contoh bahwa bakat, latihan, dan ketekunan bisa membawa seekor kuda ke puncak ketenaran.
Dari lintasan balap hingga dunia pembiakan kuda, warisannya terus dihargai dan diingat oleh pecinta kuda di seluruh dunia.
Puncak karier Fusaichi Pegasus terjadi pada tahun 2000 ketika ia menjuarai Kentucky Derby, salah satu balapan paling bergengsi di dunia. Dengan langkah panjang dan kecepatan stabil, ia memimpin di saat penting dan menyelesaikan lomba di posisi pertama. Kemenangan ini langsung mengangkatnya dari kuda balap unggulan menjadi nama besar internasional.
Mengutip laman actionnetwork.com, gelar juara itu diraihnya pada 6 Mei 2000. Di pasar taruhan, Fusaichi Pegasus yang mencatatkan rekor 9-5, menjadi favorit pertama yang memenangkan Kentucky Derby sejak Spectacular Bid melakukannya pada tahun 1979, rentang waktu 21 tahun.
Tak hanya meraih juara, kuda tersebut menang dalam waktu 2:01:12, waktu tercepat ketujuh dalam 126 tahun sejarah perlombaan tersebut.
Fusaichi Pegasus lahir pada tanggal 12 April 1997, di Bourbon County, Kentucky, dan dibiakkan oleh Arthur B. Hancock III dan Stonerside Ltd.
Silsilahnya sempurna. Mengutip laman horseracing.guide, kuda ini adalah keturunan dari pejantan Prospector, salah satu kuda jantan paling berpengaruh dalam rasnya. Sedangkan induknya adalah Angel Fever, seekor kuda betina dengan bapak utama Danzig.
Garis keturunan kuda jantan muda itu merupakan gabungan luar biasa antara kecepatan, daya tahan, dan kelas, kualitas yang segera terungkap di arena pacuan kuda.
Garus keturunan Fusaichi Pegasus juga terhubung dengan kuda legendaris seperti Nearco dan Secretariat, pemenang Triple Crown 1973. Silsilah ini menegaskan bahwa keberhasilannya bukan kebetulan, melainkan hasil dari warisan genetik yang kuat.
Penjualan Fusaichi Pegasus dengan harga sekitar US$72 juta mengejutkan banyak orang. Nilai itu bukan hanya karena prestasinya di lintasan, tetapi juga potensi genetik dan keturunan juara yang dimilikinya.
Darren Rovell, produser eksekutif Senior The Action Network dalam artikelnya menyebut harga itu muncul dari sebuah kamar hotel di Louisville. Amplop-amplop para penawar diselipkan di bawah pintu. Ada tawaran awal untuk hak kuda jantan tersebut sebesar $30 juta hingga $50 juta, menurut James Clay, yang memimpin negosiasi atas nama kontingen Jepang.
Tawaran terendah datang dari Hancock, yang merasa harus mengajukan tawaran untuk kuda juara yang telah ia jual. Tawaran tertinggi datang dari Coolmore Farm di Irlandia, yang merupakan penawar yang lebih rendah dari Sekiguchi pada lelang yang berlangsung selama setahun tersebut.
Saat kesepakatan tercapai, Fusaichi Pegasus dijual oleh Sekiguchi dengan harga rekor US$ $72 juta dengan komposisi 60% saham kuda tersebut akan dimiliki oleh Coolmore dan 40% oleh Shadai Farm di Jepang. Tidak seperti kebanyakan pemilik lainnya, Sekiguchi menyerahkan semuanya, tidak menginginkan masa depan kuda tersebut.
Setelah Derby, Fusaichi Pegasus berada di posisi kedua setelah Red Bullet di Preakness Stakes , mengakhiri harapan untuk meraih Triple Crown. Ia tidak ikut serta dalam Belmont Stakes dan hanya berlari beberapa kali setelahnya, mengakhiri kariernya dengan enam kemenangan dan dua posisi kedua dari sembilan start, serta memperoleh penghasilan kurang dari $2 juta.
Setelah pensiun, Fusaichi Pegasus beralih menjadi kuda pejantan. Banyak peternak berharap keturunannya bisa mewarisi kualitas sang ayah. Ia pensiun untuk menjadi pejantan di Coolmore's Ashford Stud di Kentucky, tempat ia menghabiskan dua dekade berikutnya untuk membentuk ras tersebut.
Hasilnya memang bervariasi, tetapi reputasinya sebagai kuda bernilai tinggi tetap terjaga. Sebagai kuda jantan, pengaruh Fusaichi Pegasus terasa di seluruh dunia. Keturunannya dicari di Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Asia, mencerminkan daya tarik internasional dari silsilahnya.
Meski tidak menjadi bapak pemenang Kentucky Derby, laman Horseracing.guide menuliskan Fusaichi Pegasus melahirkan banyak pemenang stakes dan sangat sukses di Australia, di mana putranya, Haradasun, menjadi pemenang Grup 1 tiga kali, termasuk Queen Anne Stakes yang bergengsi di Royal Ascot.
Install SARGA.CO News
sarga.co