

SARGA.CO - Di tengah gemuruh balapan modern dengan joki profesional, papan elektronik, dan hadiah ratusan juta rupiah, ada satu bentuk pacuan kuda yang masih memegang erat nilai-nilai tradisi: Draf Bogie, warisan budaya Minangkabau yang unik dan penuh filosofi.
“Draf” merujuk pada kereta atau alat penarik, sementara “bogie” adalah semacam gerobak atau roda dua dari kayu. Dalam konteks pacuan kuda Minangkabau, Draf Bogie adalah lomba lari kuda sambil menarik bogie kayu di lintasan tanah, yang panjangnya bisa mencapai 3.200 meter.
Awalnya, draf bogie bukanlah olahraga. Ini merupakan bagian dari kehidupan petani dan pedagang yang menggunakan kuda sebagai alat transportasi. Seiring waktu, masyarakat mulai menyelenggarakan adu cepat antar, kuda sebagai hiburan rakyat saat pesta panen, hingga akhirnya menjadi bagian dari ajang pacuan resmi.
Dalam balapan Draf Bogie: Kuda berlari sambil menarik bogie, yang biasanya ditumpangi satu orang pemandu. Lintasan cukup panjang, bahkan lebih dari lintasan pacuan modern biasa. Kekuatan dan daya tahan lebih diutamakan ketimbang kecepatan sprint, karena membawa beban tambahan.
Biasanya ada dua jenis: Draf Bogie Usang (3.200 meter) dan Draf Bogie Baru (2.400 meter).
Bogie yang digunakan pun berbeda-beda, dari yang tradisional buatan tangan, hingga yang sudah dimodifikasi dengan teknologi lokal, namun tetap menjaga esensi tradisionalnya.
Lebih dari Sekadar Balapan: Simbol Filosofi Hidup
Draf Bogie bukan cuma soal siapa yang tercepat di lintasan, tapi juga tentang: Ketangguhan & ketekunan (simbol kerja keras masyarakat Minang), kesetiaan dan kemitraan antara manusia dan kuda, gotong royong, karena biasanya satu kuda dirawat oleh satu komunitas kecil, dan kebanggaan nagari—karena kuda terbaik mewakili kampungnya dalam lomba.
Meski terkesan tradisional, Draf Bogie masih rutin dipertandingkan dalam event resmi, seperti di ajang Indonesia’s Horse Racing (IHR) Cup, 28 September 2025. Di IHR Cup 2025 misalnya, Draf Bogie jadi rangkaian acara dan memperebutkan hadiah hingga Rp10 juta.
Bagi para pecinta pacuan tradisional, ini bukan sekadar hadiah. Kemenangan dalam Draf Bogie adalah soal prestise budaya. Itu sebabnya, kelas ini selalu ramai penonton meski tanpa teknologi canggih.
Tradisi VS Modernitas
Di tengah gempuran pacuan kuda modern dan tren digital, banyak yang khawatir Draf Bogie akan hilang. Tapi kenyataannya, kelas ini tetap dipertahankan oleh komunitas-komunitas lokal di Sumatera Barat.
Ada upaya pelestarian oleh pemerintah daerah, komunitas pencinta kuda, hingga generasi muda, yang kini mulai mendokumentasikan Draf Bogie lewat media sosial dan video YouTube. Draf Bogie adalah bukti bahwa olahraga tradisional tak harus tertinggal zaman. Ia justru berlari berdampingan dengan inovasi, membawa nilai budaya dalam setiap derap langkah kuda.
Di tengah sorotan kuda pacu digital, Draf Bogie tetap hidup, melaju tanpa melupakan akar sejarahnya. Bukan hanya soal kecepatan, tapi identitas dan kebanggaan Minangkabau.
Install SARGA.CO News
sarga.co