SARGA.CO - Sebelum dunia tahu nama Secretariat sebagai kuda pacu terhebat sepanjang masa, sebelum sorak kemenangan di Belmont Park menggema ke seluruh Amerika, ada momen kecil, sunyi, nyaris tak terlihat siapa pun, yang menjadi awal dari keabadian.
Di pagi itu, 9 Juni 1973, di tengah hiruk-pikuk persiapan Belmont Stakes, seorang pria berkulit legam dari Holly Hill, South Carolina, berdiri di paddock dengan kuda yang begitu dicintainya. Ia bukan pemilik, bukan pelatih, bukan pula joki.
Namanya Eddie Sweat. Ia adalah groomer, sosok yang menjaga, memandikan, dan memahami sang kuda lebih dalam dari siapa pun. Sweat mendekat ke leher sang chestnut besar, lalu berbisik pelan: “You know what I want you to do”.
Secretariat menatap balik, lalu menghentakkan kakinya ke tanah, seolah berkata: “I do”. Tak ada kamera, tak ada penonton. Hanya dua makhluk yang saling mengerti, di ambang sejarah.
Beberapa menit setelah bisikan itu, dunia menyaksikan salah satu penampilan paling luar biasa dalam sejarah olahraga. Secretariat berlari 2 menit 24 detik di lintasan 1,5 mil, meninggalkan pesaingnya sejauh 31 panjang kuda, rekor yang hingga kini belum terpecahkan. Ia meraih Triple Crown, dan menjadi legenda hidup.
Foto-foto kemenangan itu abadi: sang kuda berdiri megah bersama pemilik Penny Chenery, joki Ron Turcotte, dan pelatih Lucien Laurin. Namun di sudut gambar, ada satu sosok lain, tidak berdasi, tidak di atas pelana, hanya seorang pria dengan senyum bangga dan tangan penuh debu. Itulah Eddie Sweat.
Bagi sebagian orang, ia hanyalah perawat kuda. Tapi bagi Secretariat, Eddie adalah dunia. Ia tahu setiap napas sang kuda, tahu kapan ia lapar, lelah, atau sekadar butuh belaian di hidungnya. Ia tidak pernah mengejar ketenaran; kebahagiaannya sederhana, melihat kuda kesayangannya berlari bebas.
Namun seperti banyak pahlawan tanpa nama, kisah Eddie berakhir sunyi. Setelah Secretariat pensiun, sorotan berpindah. Nama-nama besar terus dikenang, tapi nama Eddie pelan-pelan memudar. Ia meninggal tanpa banyak harta, bahkan salah satu artikel menulis ia “meninggal tanpa sepeser pun”.
Namun bagi mereka yang tahu sejarah sejati, Eddie tidak pernah benar-benar pergi. Karena setiap foto Secretariat yang berkilau seperti api sore hari, setiap rekor yang masih berdiri tegak setengah abad kemudian, semuanya menyimpan sentuhan tangan Eddie Sweat.
Eddie Sweat tidak pernah memiliki kuda itu. Ia tidak melatihnya. Ia bahkan tidak pernah menungganginya dalam perlombaan. Namun ia memberi sesuatu yang lebih berharga dari semua itu, cinta tanpa pamrih. Mungkin itu sebabnya, ketika ia berbisik pagi itu, Secretariat menjawab bukan dengan suara, tapi dengan sejarah.
(Sumber: Facebook We Love Secretariat Page)
Install SARGA.CO News
sarga.co