

SARGA.CO - Di dunia pacuan kuda, tidak semua kemenangan diciptakan setara. Menjuarai satu balapan reguler adalah prestasi, tapi memenangkan Triple Crown, tiga balapan besar dalam satu musim adalah legenda.
Lalu, apa sebenarnya yang membedakan Triple Crown dari balapan biasa? Mari kita kupas perbedaan mendasar yang membuat mahkota ini begitu istimewa dan sulit diraih.
Balapan Reguler: Biasanya hanya satu seri, dengan tingkat persaingan yang bervariasi tergantung level kejuaraan.
Triple Crown: Merupakan trifecta dari tiga balapan paling prestisius dalam kalender pacuan nasional—biasanya Serie 1, Serie 2, dan Indonesia Derby. Menang di ketiganya berarti menguasai seluruh musim.
Balapan Reguler: Hanya butuh tampil baik di hari H.
Triple Crown: Membutuhkan performa konsisten dan luar biasa selama berbulan-bulan. Jarak waktu antar seri bisa menantang daya tahan, ritme latihan, dan kesiapan mental tim.
“Triple Crown bukan soal cepat sekali, tapi soal tetap cepat tiga kali berturut-turut, dan itu perlu kesiapan sangat matang dari kuda dan jokinya. Dan penting untuk menjaga momentum,” ujar Joki Jemmy Runtu, Kuda King Argentine.
Balapan Reguler: Fokus utama ada pada satu lomba, jadi persiapannya lebih sederhana.
Triple Crown: Membutuhkan perawatan ekstra, rotasi latihan yang matang, serta strategi jangka panjang dari pelatih, groom, hingga joki.
Kuda harus tetap dalam kondisi prima di tiga lintasan berbeda, menghadapi lawan yang makin berat setiap serinya.
Balapan Reguler: Biasanya mempertandingkan kecepatan jarak pendek-menengah.
Triple Crown: Mencakup berbagai jarak dari mil hingga maraton, yang menguji kombinasi stamina, strategi, dan teknik.
Balapan Reguler: Memberi trofi dan hadiah uang, tapi jarang dikenang jangka panjang.
Triple Crown: Membawa status abadi, harga jual kuda yang meroket, dan reputasi pemilik, stable, serta joki yang melonjak.
“Juara lomba biasa, mungkin orang akan lupakan pada minggu depan. Tapi Triple Crown? Namanya akan selalu disebut dan dikenang," komentar Munawir, owner Tombo Ati Stable, pemilik kuda Djohar Manik, sang juara Triple Crown Indonesia.
Dalam sejarah pacuan kuda Indonesia, hanya dua ekor kuda—Manik Trisula (2002) dan Djohar Manik (2014) yang berhasil meraih Triple Crown. Bandingkan dengan ratusan juara balapan reguler tiap tahun, dan kita tahu betapa eksklusifnya gelar ini.
Triple Crown bukan hanya sekumpulan lomba. Ia adalah ujian pamungkas dalam olahraga berkuda, tempat di mana hanya kuda terbaik dengan tim terbaik yang bisa berdiri di puncak.
Jadi, saat kamu mendengar ada kuda yang hampir meraih Triple Crown, seperti King Argentine tahun ini, ingatlah: kamu sedang menyaksikan sejarah yang mungkin hanya terjadi sekali dalam satu dekade.
Mereka adalah para ratu yang menaklukkan medan.
Baca SelengkapnyaKejuaran ini juga menjadi yang pertama kali menggelar pertandingan pada malam hari
Baca SelengkapnyaDatang dari belakang dan merebut takhta dengan determinasi tak tergoyahkan.
Baca SelengkapnyaMenandai komitmen perusahaan energi nasional tersebut dalam mendorong pengembangan olahraga berkuda di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaInstall SARGA.CO News
sarga.co