

SARGA.CO—Dunia pacuan kuda Indonesia memiliki sosok muda yang patut dibanggakan, Edo Apriansyah, pelatih kuda pacu termuda yang sudah mengantongi lisensi resmi PP PORDASI. Usia yang masih menginjak 25 tahun, tidak menjadi penghalang bagi Edo untuk memulai mimpi dan mendedikasikan hidupnya dalam dunia berkuda.
Edo tumbuh di Palu, Sulawesi Tengah, daerah yang akrab dengan kuda. “Mainan kami sehari-hari ya kuda,” ujar Edo, mengenang masa kecilnya.
Meski keluarganya tak memiliki kuda pribadi, lingkungannya membuat ia terbiasa menunggang dan merawat kuda sejak usia 9 atau 10 tahun. Kuda-kuda dilepas bebas, dan siapa pun boleh menungganginya.
Bakat dan kecintaannya terhadap kuda berkembang secara alami. Hampir seluruh keluarganya juga bergelut dalam dunia kuda—terutama sebagai joki lokal. Namun, Edo menjadi yang pertama melangkah ke kancah nasional, hal ini didukung penuh oleh keluarganya.
Meski berawal dari dunia equestrian, Edo mulai serius menekuni dunia pacuan sejak 2021, kemudian memantapkan diri untuk mengambil lisensi pelatih pada Kejuaraan Indonesia Derby Seri 01 tahun 2024. Edo menjelaskan, dari 14 peserta pada saat itu, hanya 3 orang termasuk ia yang lolos menjadi pelatih—Edo menjadi yang termuda.
“Kalau dari umur, saya satu-satunya yang berlisensi pelatih pacu resmi di usia 25 tahun. Umumnya, pelatih ngambil lisensi di usia 40-an ke atas,” jelasnya. Usianya yang terbilang sangat muda, sempat menimbulkan keraguan dari beberapa pihak, namun bagi Edo, komentar seperti itu hanya menjadi pemacu untuk terus belajar dan membuktikan diri.
Kini, Edo memegang tanggung jawab ganda di dua tim: Humaira dan NSL TADULAKO. Uniknya, kedua stable ini berada dalam satu manajemen dan Edo dipercaya untuk menangani baik divisi equestrian maupun pacu.
Kepercayaan itu datang tak hanya dari jam terbangnya, tetapi juga dari reputasi dan integritas yang ia jaga sejak awal. “Nama saya di dunia pacu cukup bagus. Gak pernah neko-neko. Mungkin itu yang bikin orang percaya,” ungkapnya.
Pencapaian terbesarnya sejauh ini saat Indonesia Derby Seri 01 tahun 2024. Dalam ajang bergengsi yang biasanya dipersiapkan selama bertahun-tahun oleh para owner, dan tim, Edo hanya punya waktu 3 bulan untuk melatih empat ekor kuda. Hasilnya, salah satu kuda yang ia latih, Superstar Tadulako, berhasil masuk 12 besar finalis kuda terbaik.
Rasa haru dan bangga, membuat Edo tak dapat menahan air matanya. Namun, ia juga sempat merasa gusar saat kuda Superstar Tadulako diarahkan joki yang sedang menunggangnya, malah berlari ke arah pagar.
Namun, di balik itu semua, Edo tetap merasa bangga hingga tidak percaya bahwa ia bisa melatih kuda tersebut dengan sangat baik. Dukungan dari pelatih senior juga tak hentinya datang untuk menguatkan Edo, “Untungnya, dukungan dari pelatih senior seperti Dani Saddak dan yang lainnya menguatkan saya,” tuturnya.
Sebagai pelatih muda, Edo tak ragu untuk terus belajar. Ia aktif berdiskusi dengan pelatih dan joki senior, seperti Temy Rori, Jemmy Runtu, dan Meikel Soleran. “Saya gak malu bertanya. Hampir semua pelatih senior saya mintai pendapatnya,” katanya.
Ia juga mulai membentuk gaya melatih yang khas. Menurutnya, setiap kuda punya kebutuhan yang berbeda, dan pendekatan pelatih harus fleksibel. “Ada yang perlu latihan berat, ada yang cukup ringan. Gak bisa semua disamaratakan.”
Meski kini fokus sebagai pelatih dan manajer stable, Edo menyimpan mimpi besar: Mendirikan stable sendiri. Dengan fondasi kuat dari dunia equestrian dan pacu, ia percaya mimpinya bukan hal mustahil. “Setelah ilmunya matang dan pengalaman cukup, saya ingin punya stable sendiri,” ungkapnya.
Menjadi pelatih di usia muda bukanlah perkara mudah. Tanggung jawabnya besar, mulai dari mengurus kuda, tim, hingga pengambilan keputusan strategis di arena. Tapi bagi Edo, semua bisa dilalui dengan komitmen dan semangat belajar yang tak henti.
“Buat yang muda dan ingin ambil lisensi, matangkan dulu ilmunya. Gak cukup hanya suka, tapi harus siap bertanggung jawab. Jangan takut bertanya, jangan takut belajar,” pesan Edo untuk generasi pelatih berikutnya.
Edo adalah simbol perubahan di dunia pacuan kuda Indonesia. Ia membuktikan bahwa usia bukan penghalang untuk meraih mimpi. Dengan ketekunan dan semangatnya, ia bukan hanya menunggangi kuda, tapi juga menunggangi impian dan peluang menuju masa depan yang lebih besar.
Jakarta dahulu punya arena pacuan kuda legendaris di Pulomas. Tempat itu ramai pada era 1970-an dan menjadi hiburan bagi masyarakat
Baca SelengkapnyaKuda asal Jawa Barat ini adalah pemenang Piala Triple Crown Serie 1, yang diperebutkan pada IHR - Triple Crown Serie 1 & Pertiwi Cup 2025
Baca SelengkapnyaTidak seperti edisi 2021 di Vietnam dan 2023 di Kamboja, SEA Games 2025 akan mempertandingkan olahraga berkuda.
Baca SelengkapnyaIa berkomitmen mengangkat prestasi atlet berkuda Jakarta tidak hanya di ajang nasional, tetapi juga ke level internasional.
Baca SelengkapnyaBersiap menjadi saksi adu kecepatan dan strategi para kuda tangguh dari seluruh penjuru Tanah Air, dalam ajang Indonesia's Horse Racing Triple Crown Serie 2.
Baca SelengkapnyaJendry sukses menaklukkan arena dengan dua tunggangan berbeda dan keluar sebagai juara.
Baca SelengkapnyaSebanyak 18 kelas akan dipertandingkan dalam Kejuaran IHR - Triple Crown Serie 2 2025
Baca SelengkapnyaSebanyak 14 kuda akan bertanding untuk memperebutkan posisi terbaik
Baca SelengkapnyaPordasi DKI Jakarta baru saja prestasi gemilang di PON 2024, raihan delapan medali emas.
Baca SelengkapnyaKejuaraan ini menjadi panggung prestasi bagi para atlet panahan berkuda dari seluruh penjuru negeri.
Baca SelengkapnyaAjang ini dihelat dalam rangka seleksi atlet berkuda memanah Indonesia jelang kompetisi internasional di Amerika Serikat, September mendatang.
Baca SelengkapnyaInstall SARGA.CO News
sarga.co